Jakarta (Pendis) - Sudah 4 (empat) tahun Instruktur Nasional Pendidikan Agama Islam (IN- PAI) mengawal implementasi Kurikulum 2013 (K13) khususnya pada mata pelajaran PAI. "Instruktur Nasional yang beranggotakan para guru PAI selain mengawal implementasi K13 namun cita-citanya harus lebih jauh dari itu; menghasilkan peserta didik yang bermartabat dan berakhlq mulia," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi, menanggapi eksistensi IN-PAI di nusantara kepada redaksi, Jum`at (18/08) di ruang kerjanya.
Dan pada kenyataannya lanjut Isom, Pendidikan Agama Islam di sekolah menjadi soko guru keberhasilan tujuan pendidikan nasional. "Keberhasilan pendidikan nasional sangat bergantung sekali dengan PAI dikarenakan mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam," kata Sesditjen Pendis.
Oleh karena itu lanjut guru besar IAIN Ternate ini, dalam rangka menghasilkan peserta didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional ini, Instruktur Nasional harus mengimplementasikan 5 (lima) budaya kerja yang telah disosialisasikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sejak awal kepemimpinannya. "Lima Budaya Kerja harus linier, seiring sejalan dengan Instruktur Nasional Guru Pendidikan Agama Islam; Integritas, Profesionalitas, Inovasi, Tanggung Jawab dan Keteladanan," tukas Isom.
Instruktur Nasional yang berintegritas, cetus Isom akan menghasilkan murid yang berintegritas juga. "Integritas ini tergambar di dalamnya keutuhan kejiwaan dan keutuhan kepribadian dalam perjuangan, satu kata dalam perkataan dan perbuatan," kata alumnus UIN Maulana Malik Ibrahim ini.
Dan integritas pegawai Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, contoh Isom, mendapat indeks 70,57% dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). "Indeks integritas yang diberikan KPK meliputi integritas internal dan eksternal. Integritas internal terletak pada Sumber Daya Manusia (SDM) dan tata kelola. Sedangkan integritas eksternal terletak pada image building dan reformasi birokrasi atau zona integritas," kata Pembina Kepegawaian Ditjen Pendidikan Islam ini.
Sedangkan profesionalitas sambung Isom, kompetensi dan kemampuan guru PAI harus memiliki standar minimal. "Guru PAI minimal harus bisa membaca al Qur`an secara murattal dan mujawwad. Kalau membaca al Qur`an saja tidak fasih maka patut dipertanyakan profesi gurunya," kata Doktor jebolan UIN Syarif Hidayatullah ini.
Metode pembelajaran para Instruktur Nasionak PAI, lanjut Isom juga harus menjadikan pembelajaran menarik sehingga pembelajaran Agama Islam di sekolah umum bisa dimengerti tanpa terasa sehingga nilai-nilai agama bisa terinternalisasi. "Inovasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus se-inovatif mungkin agar pelajaran agama tidak menjemukan, apalagi bersifat indoktrinasi," kata Sesditjen Pendis.
Terakhir, ungkap Isom semangat lima budaya kerja harus selalu menggelora sesuai dengat slogan Kementeruan Agama "Ikhlas Beramal". (@viva_tnu/dod)
Bagikan: