Makassar (Pendis) – Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dibawah naungan Kementerian Agama sebagai entitas yang berada di sekolah-sekolah Kemendikbudristek dituntut untuk mampu memahami dan menerapkan kurikulum merdeka dalam pembelajaran PAI. Guru PAI menghadapi tantangan untuk mengimplementasikannya dalam kerangka karakteristik yang mencakup pengembangan soft skills dan karakter, fokus pada materi esensial, dan pembelajaran yang fleksibel.
Beberapa dasar hukum kurikulum merdeka yang wajib menjadi perhatian para guru antara lain: Permendikbudristek No.16 Tahun 2022, Permendikbudristek No.21 Tahun 2022, Permendikbudristek No.37 Tahun 2022, Kepmendikbudristek No.262 Tahun 2022, Keputusan Kepala BSKAP No. 033/H/KR//Tahun 2022, dan Keputusan Kepala BSKAP No. 009/H/KR/Tahun 2022. Seluruh peraturan tersebut diatas menjelaskan tentang konsep dasar kurikulum merdeka, alur rancangan pembelajaran, dan cara merumuskan tujuan pembelajaran.
Feisal Ghozali narasumber utama dari Pusat Kurikulum dan Perbukuan memaparkan bahwa pendidikan agama dialokasikan pertahun sebanyak 72 jam sampai 108 jam.
“Dalam satu minggu 2 JP dikalikan 36 minggu. Lalu ditambahkan 1 JP untuk proyek agama Islam, jadi total sebanyak 108 JP per tahun” terangnya di Makassar pada Bimtek Penguatan Pembelajaran PAI SMA/SMALB/SMK Berbasis Blended Learning yang diselenggarakan oleh Direktorat PAI pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam pada Selasa hingga Rabu (4-6/4/2023).
Dengan demikian, untuk mengembangkan soft skills dan karakter peserta didik dengan asesmen awal dan asesmen akhir dapat dilakukan dalam beberapa fase. Feisal memberikan tips agar capaian pembelajaran memenuhi syarat agar guru memberikan pembelajaran yang bervariasi. Salah satunya adalah pihak sekolah mencari tahu dan intens berkomunikasi dengan orang tua.
Menurutnya, guru sebagai pendidik tugasnya adalah menuntun bukan menuntut, meskipun masalah yang dihadapi guru yakni masih bersifat kolonial, yaitu guru sebagai penguasa dalam mata pelajaran.
"Kurikulum merdeka baiknya bersesuaian dengan kebutuhan dan lingkungan peserta didik. Pendidik dan peserta didik tidak berada di status quo, melainkan terus belajar bersama” tegasnya.
Faesal menjelaskan bahwa anak itu mitra. Merdeka artinya mengembangkan berbagai potensi anak didik dengan berbagai metode pembelajaran, penerapannya ada di asesmen awal. Backward design dalam mengajar peserta didik hingga ke asesmen akhir (formatif dan sumatif).
Dengan demikian tantangan implementasi kurikulum merdeka melalui kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) dapat dituruhkan ke dalam aktivitas-aktivitas yang tidak multi-interpretasi.
Feisal memberikan contoh tentang capaian pembelajaran kompetensi analisis bahwa peserta didik mampu menyebutkan, identifikasi, mengelompokkan, dan menjelaskan detilnya. Ia menuturkan bahwa penanda capaian berdasarkan proses, KKTP harus bersifat direct, to the point, dan tidak multi tafsir.
“Langkah-langkahnya, yang pertama adalah memahami dan menganalisis capaian pembelajaran, kedua merumuskan tujuan pembelajaran, ketiga menyusun alur tujuan pembelajaran, dan yang keempat adalah merancang pembelajaran hingga ke muaranya dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dan modul ajar.
“Kurikulum merdeka dalam pembelajaran PAI harus lentur dan tidak membatasi. Sifatnya harus fleksibel dengan tidak membatasi atau menganulir peserta didik." Pungkasnya. [syam]
Bagikan: