Denpasar (Pendis) - Direktur Pendidikan Agama Islam, Amin Haedari mengatakan bahwa Direktorat PAI tidak memprogramkan Uji Kompetensi Guru (UKG), jadi bisa dikatakan GPAI bebas UKG. Mengapa demikian? Karena UKG terkesan tidak memenuhi rasa keadilan bagi guru-guru di daerah terpencil yang dengan dedikasinya sebagai pendidik mereka begitu ikhlas dan tawadhu mengajar siswa tapi hanya karena tidak piawai komputer ia tidak lulus UKG. Sedangkan sebaliknya, ada guru yang piawai komputer tapi tidak memiliki kesabaran yang tinggi dalam mengajar malah lulus. Padahal yang benar, kemampuan-kemampuan guru harus dikembangkan, sedangkan komputer tetaplah hanya sebagai alat bukan tujuan. Ya, GPAI harus tetap mengeksplorasi diri. Demikian ditegaskan oleh Amin di depan 60 guru PAI (GPAI) peserta Kegiatan Pengembangan dan Penilaian Kurikulum PAI Angkatan 17 di Kuta, Bali yang dilaksanakan tanggal 30 Maret-1 April 2016.
Guru-guru PAI (GPAI) di Bali secara psikologis sudah cukup berat tugasnya karena tidak hanya mendapat tantangan dari aspek aqidah, dengan jumlah siswa muslim yang sedikit tapi juga lingkungan sosial dan budaya yang kurang mendukung. Bali sebagai destinasi wisata internasional di satu sisi melahirkan budaya permisif yang mempengaruhi pergaulan masyarakat khususnya para pelajar. Namun demikian, Amin mendorong para GPAI di Bali untuk mengambil kesempatan luar biasa yang lain yakni menginformasikan Islam di Indonesia yang penuh kedamaian. Tugas GPAI di Bali untuk bisa menyampaikan bahwa Islam bisa bersahabat dengan yang lain dan memberikan keteladanan.
Sudah tak seharusnya GPAI di Indonesia dipandang sebelah mata dan selalu disebut kelemahannya saja, GPAI harus memiliki confident, rasa percaya diri untuk menunjukkan keunggulan-keunggulan apa saja yang dimilikinya sebagai guru agama. Banyak guru PAI yang memiliki potensi dan kekuatan tapi sayangnya belum mau menampakkan diri. Sudah saatnya GPAI berubah dan berpikir mengeksplorasi kelebihan yang dimilikinya.
(wikan/dod, foto: yoni haris)
Bagikan: