Banjarmasin (Pendis) - Drs. H. Noor Fahmi, MM, selaku Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan dalam sambutannya menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada para Guru PAI (GPAI) peserta Pengembangan Ekstrakurikuler PAI pada SD dengan pengkhususan Tuntas Baca Tulis Al Quran (TBTQ) di Banjarmasin, Rabu (26/04). Menurutnya, GPAI ibarat dokter spesialis atau dokter umum dengan spesialis tertentu. PAI adalah mata pelajaran di sekolah umum namun memiliki kedudukan spesial karena mempengaruhi karakter siswa dan penilaian terhadap guru yang mengajarnya.
Setidaknya ada 4 (empat) pandangan sekaligus harapan masyarakat terhadap GPAI. Pertama, GPAI adalah guru panutan dari guru-guru lain. Jika baik dan sukses, ia akan dijadikan teladan guru lain, jika ada siswa bermasalah maka GPAI harus ikut bertanggung jawab. Kedua, GPAI memiliki integritas dan penjaga moralitas bangsa. Ia harus benar-benar menjaga moralnya baik di sekolah maupun masyarakat. Ketiga, GPAI adalah pelopor kegiatan keagamaan di masyarakat . Keempat, GPAI harus pandai membaca dan menulis Al Quran. Untuk yang terakhir tugas GPAI khususnya di Kalimantan Selatan ini sebenarnya didukung oleh Peraturan Daerah (Perda) Kalsel Nomor 3 tahun 2009 tentang Pendidikan Al Quran yang mewajibkan pendidikan Al Quran menjadi salah satu mata pelajaran muatan lokal (mulok) agar peserta didik di sekolah bebas buta huruf Al Quran. Ia juga meminta 60 peserta kegiatan yang merupakan perwakilan dari masing-masing kabupaten/kota di Kalsel ini agar bisa menyebarkan pengetahuan yang diperoleh kepada guru-guru lain karena pelatihan ini bisa juga dikatakan sebagai training of trainer.
Kasubdit PAI SD, Ilham, M.Pd di awal acara dalam menyampaikan laporan selaku penanggung jawab kegiatan menjelaskan bahwa salah satu latar belakang diselenggarakannya kegiatan pengembangan Ekskul BTQ selama 3 (tiga) hari ini adalah adanya masalah berupa masih rendahnya kemampuan peserta didik dalam membaca dan menulis Al Quran di sekolah. Salah satu penyebabnya karena masih kurangnya jam pelajaran PAI di sekolah per minggunya. Untuk itu dengan kegiatan ekstra kurikuler berbasis BTQ ini bisa memecahkan masalah tersebut. Banyak metode BTQ yang bisa diterapkan di sekolah untuk membantu siswa dalam mempermudah belajar membaca Al Quran salah satunya metode Al Bagdadi yang sejujurnya merupakan metode yang sudah mengakar di masyarakat. Melalui kegiatan ini, DITPAI mengenalkan sekaligus mengajarkan kembali metode Al Bagdadi dengan pendekatan baru.
Selain Tim Al Bagdadi yang menjadi narasumber sekaligus praktisi lapangan, hadir pula Dr. Zahrotun Nihayah dari Pusat Layanan Psikologi UIN Jakarta. Sebagai ahli psikologi perkembangan ia mengatakan apapun bentuk metode pembelajaran Al Quran di sekolah khususnya untuk tingkat dasar boleh-boleh saja karena metode bersifat alat bantu yang penting jangan sampai mengabaikan hak-hak asasi perkembangan anak di usia dasar. Ia mengingatkan bahwa anak usia sekolah dasar 7-11 tahun merupakan usia penting dalam kehidupan manusia yang dalam perkembangannya harus diperhatikan bukan saja perkembangan fisik namun juga kognitif, moral, sosial dan psikososial, tambahnya. (wikan/dod)
Bagikan: