Cirebon (Pendis) -- Para ahli mengemukakan bagaimana masyarakat tercipta dalam strata yang berbeda dalam aspek ekonomi, sosial maupun politik. Perbedaan tersebut menjadi modal dasar umat Islam memegang peranan penting menjadi pemakmur bumi. Tidak lain tidak bukan pentingnya memposisikan diri berada di tengah merupakan kunci jawaban keseimbangan dalam masyarakat. Moderat dalam beragama untuk menciptakan ummatan wasathan khususnya dalam dunia pendidikan agama Islam perlu dibina dan dilestarikan guna mencapai kebahagiaan utama sesuai anjuran Al-Qur'an.
Pitirim A. Sorokin mengemukakan bahwa stratifikasi sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Dasar dan inti lapisan masyarakat tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban, kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial, dan pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat. Lebih lanjut, Alex Inheles berpendapat semakin rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat. Jadi, stratifikasi sosial adalah suatu kemestian di dalam setiap tertib sosial, dimana warga-warga masyarakat terbagi dalam kelas-kelas (ekonomis), kelompok status (sosial), dan partai-partai (politik), Abrayhamsson menegaskan dalam teorinya.
Dalam kegiatan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) Guru Pendidikan Agama Islam SMA/SMK Tahun 2023 yang diikuti oleh 5 orang Guru Pelatih Nasional dan 69 orang Guru Pelatih Propinsi ini dipaparkan materi Stratifikasi Sosial, Merawat Perbedaan dan Keragaman Umat dalam Perspektif Al-Qur'an: Strategi Penguatan Nilai-nilai Moderasi Beragama bagi Guru PAI SMA/SMK di Cirebon (21/06) oleh Prof. Dr. Aan Jaelani, Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dalam kesempatan tersebut Aan menekankan pentingnya nilai-nilai moderasi beragama terinternalisasi ke dalam guru-guru pendidikan agama Islam seluruh Indonesia agar umat Islam Indonesia mampu menjadi ummatan wasthan yakni umat terbaik, umat pilihan, umat yang adil dan umat yang seimbang kehidupannya.
"Moderat adalah bagian penting dari akhlakul karimah. Kita ini ada karena orang lain, tidak mungkin kita muncul seorang diri. Manusia adalah makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Kecenderungan umat Islam sebagai manusia sesuai fitrahnya bahwa kita disebut ummatan wasathan," jelasnya.
Sementara Adib Abdushomad, Ph.D dalam sambutannya mewakili Direktur Pendidikan Agama Islam menyampaikan bahwa dalam kegiatan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan ini diharapkan guru-guru pendidikan agama Islam tingkat SMA dan SMK mampu menyerap nilai-nilai moderasi beragama dan menerapkannya dalam kegiatan belajar mengajar, "guru akan menyampaikan kepada anak didik nilai-nilai yang dipahami dan didapatkan sebelumnya, kegiatan ini merupakan upaya menginsersi nilai moderasi beragama ke dalam diri pendidik."
Gus Adib juga menambahkan bahwa kita hidup di masyarakat melalui sebuah proses sosial, pengakuan diri sebagai simbol prestise, keragaman dan perbedaan lalu muncul, pada akhirnya timbullah perbedaan etnis, bahasa, budaya dan agama. "Dalam kondisi masyarakat yang berbeda, moderat yang bermakna berada di antara dua ujung, yakni berada di tengah-tengah merupakan jawaban atas kondisi sosial yang bermakna," lugas Gus Adib, Kasubdit PAI pada SMA/SMALB dan SMK.
Berbagai literatur dalam Al-Qur'an menguatkan tentang pentingnya nilai-nilai moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari, apalagi dalam dunia pendidikan yang berfungsi mentransfer nilai, ilmu pengetahuan, keterampilan dan teknologi antara guru dan peserta didik di sekolah.
Diantara beberapa ayat suci Al-Qur'an yang menerangkan mengenai moderasi beragama adalah :
(Piki/Syam)
Bagikan: