Jambi (Pendis) - Program peningkatan kompetensi bagi Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) oleh pemerintah dianggap sebagai sesuatu yang krusial dan mendesak untuk dilaksanakan. Untuk itu, Direktorat Pendidikan Agama Islam menyelenggarakan kegiatan peningkatan kompetensi bagi guru-guru PAI pada SMP di Jambi. Kegiatan yang dilaksanakan selama 3 hari, 07 s/d 09 April 2016 di Novita Hotel Jambi ini diikuti oleh 50 orang GPAI SMP dari 11 Kabupaten/Kota, yakni Tebo, Muara Bungo, Muaro Jambi, Kerinci, Kota Jambi, Merangin, Sarolangun, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Batang Hari, dan Sungai Penuh.
Chundasah, Kasi Ketenagaan Subdit PAI pada SMP Dit. PAI, dalam laporannya menyatakan bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak lepas dari peran guru. Guru menurutnya, dalam keseluruhan proses pembelajaran memainkan peranan penting. Karenanya, mutu dan kompetensi guru harus ditingkatkan.
"Peran guru dalam proses pembelajaran sangat penting, terutama membantu siswa dalam membangun sikap positif dalam belajar, mandiri," ujarnya pada Kamis, (07/04/16).
Acara pembukaan dihadiri antara lain Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi, Kasubdit PAI pada SMP, Kabid PAKIS, Kasi PAIS Tk. Menengah, dan Kasi-kasi di lingkungan Dit. PAI.
Kegiatan ini penting untuk dilaksanakan, imbuhnya. Di samping untuk meningkatkan kompetensi GPAI pada sekolah juga dalam rangka meng-upgrade pengetahuan, terutama yang terkait dengan Kurikulum 2013. Bimtek kurikulum 2013 yang sudah dilaksanakan pada tahun keempat ini, tentu masih banyak guru-guru PAI yang belum berkesempatan mengikutinya. Sehingga pada kesempatan ini, agar dimanfaatkan semaksimal mungkin, untuk kemudian bisa diimplementasikan di sekolah masing-masing.
Sementara itu, terkait eksistensi pendidikan agama, Kasubdit PAI pada SMP, H. Nifasri, dalam sambutannya menyatakan bahwa PAI mempunyai peran penting dan strategis di Indonesia. Jika PAI gagal, maka kehidupan bangsa ini akan terpuruk. Karena menurutnya, lebih dari 80% penduduk Indonesia mempercayakan pendidikan anaknya pada didikan PAI. Sehingga maju dan tidaknya bangsa ini tergantung pada mutu PAI.
"Saya katakan di mana-mana, PAI sangat penting dan strategis di Indonesia. Jika PAI gagal, maka bangsa ini akan terpuruk. 80% penduduk Indonesia mempercayakan pendidikan anaknya kepada PAI," tegasnya (07/04/16).
Pada kesempatan ini, Kasubdit juga menegaskan bahwa ke depan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama akan terus berupaya agar PAI lebih eksis dan lebih mampu mengajari anak didik, mampu mempengaruhi jiwanya untuk taat beragama, memiliki karakter sosial yang baik, cerdas, dan terampil, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
"Kalau kita baca UU Sisdiknas, tujuan pendidikan adalah menciptakan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, dan bertanggung jawab. Jadi di sini, justru pendidikan agama yang dikedepankan," imbuhnya.
Nifasri membandingkan kondisi PAI pada masa lalu, sebelum terbit PP 55 Tahun 2007, di mana pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pengelolaannya menjadi tanggung jawab dan kewenangan Kementerian Agama, PAI tidak diperhatikan dan dimarjinalkan. Sehingga guru-guru PAI tidak bermutu dan tidak percaya diri. Hal ini berakibat pada ketidakefektifan PAI dalam membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
"Dulu, guru-guru PAI tidak percaya diri. Merasa seolah-olah dibuang oleh orang tua kandung dan tidak diterima oleh orang tua tiri. Sebab selama ini PAI tidak diperhatikan. Sehingga PAI menjadi tidak efektif".
Tidak efektifnya PAI dalam membentuk peserta didik yang berkarakter, menurutnya lagi bahwa salah satunya dikarenakan guru tidak bermutu, secara akademik maupun kompetensi. Masih banyak GPAI tidak memiliki kualifikasi akademik S1 PAI, dan bahkan banyak pula guru PAI sarjana yang tidak berlatarbelakang S1 PAI.
"Mustahil akan dihasilkan mutu PAI yang baik apabila GPAI kualifikasinya kurang memadai".
Kompetensi guru, seperti dinyatakan dalam PMA Nomor 16 Tahun 2010 (Pasal 16), GPAI harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional, dan kepemimpinan. Kompetensi yang selama ini hanya dipahami saja, agar dipahami secara mendalam dan dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Di samping itu, guru harus selalu update informasi, memperbarui pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki agar tidak ketinggalan. Sebab bagaimanapun, ilmu pengetahuan juga bisa mengalami expired, kadaluwarsa, termasuk juga metodologi. Dengan semakin meningkatnya kualifikasi akademik dan kompetensi GPAI, ke depan pembelajaran PAI bisa menjadi lebih efektif, menyenangkan, dan siap bersaing dengan mapel umum yang lain.
"Kami temukan di lapangan, banyak GPAI yang belum pernah mengikuti program peningkatan kompetensi. Jangankan paham, dengar aja belum pernah apa itu kompetensi pedagogik. Jadi meraka belum pernah membaca Permenag No 16/2010, dan ditambah pula dengan kompetensi spiritual dan leadership," imbuhnya.
Pada kesempatan terakhir, Kasubdit menyatakan bahwa pendidikan agama merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat, terutama guru. Gurulah yang menjadi kunci utama dalam pembentukan peserta didik yang berkarakter. Maju dan tidaknya sebuah bangsa tergantung kepada guru PAI sebagai garda terdepan dalam membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
"Ke depan bagaimana agar PAI lebih menarik, lebih hidup di kelas. Tidak hanya peserta didik yang suka, tapi masyarakat juga suka. Tidak selama ini, PAI selalu menjadi kambing hitam, selalu disalahkan," pungkasnya.
*
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi, H. M. Thahir, berkenan hadir dan memberikan sambutan sekaligus membuka secara resmi kegiatan peningkatan kompetensi GPAI pada sekolah. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan terima kasih kepada Direktur Pendidikan Agama Islam yang telah mempercayakan penyelenggaran kegiatan peningkatan kompetensi di Jambi.
Sepakat dengan Kasubdit, Kakanwil menyatakan bahwa PAI selama ini tidak diperhatikan oleh pemerintah, baik dari segi mutu sumberdaya tenaga pendidik maupun sarana prasarananya. Sehingga PAI tidak mampu memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan moral bangsa yang baik. Sementara di sisi lain, tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada PAI sangat berat sekali.
"Guru PAI selama ini tidak banyak mendapatkan perhatian. Ini fakta yang perlu diungkapkan. Sementara tugas dan tantangan PAI sangat berat. Tidak bisa dipungkiri lagi, saat ini kita berada pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Guru-guru harus mempersiapkan diri, kalau tidak akan ditinggalkan, bahkan akan diganti oleh orang lain yang memiliki kompetensi luar biasa. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih sebesarnya," ujarnya pada Kamis, (07/04/16).
Dalam Standar Nasional Pendidikan, lanjut M. Thahir, bahwa guru harus memiliki empat kompetensi. Di samping empat kompetensi tersebut, guru juga harus memiliki kompetensi spiritual dan kompetensi leadership. Dengan kompetensi dimaksud, diharapkan guru PAI mampu menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis, mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
"Tadi sudah disampaikan bahwa sesuai Standar Nasional Pendidikan, guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Seorang guru haruslah menjadi role model. Jangan sampai ada guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Keteladanan itu penting. Di samping itu kompetensi sosial, sehingga mampu melakukan hubungan inter personal. Semua kompetensi-kompetensi ini merupakan isyarat-isyarat yang disampaikan dalam Al Qur`an," pungkasnya.
(ozi/dod)
Bagikan: