Tulungagung (Pendis)—Saat ini perguruan tinggi tidak cukup hanya bereputasi di tingkat nasional, namun tuntutannya harus juga mampu bereputasi di tingkat internasional. Hal ini sebagai dampak dari semakin menghilangnya sekat-sekat masyarakat global dalam mengakses ilmu pengetahuan. Selama ini perguruan tinggi membangun reputasi internasionalnya melalui akreditasi internasional. Hal ini tentu tidak cukup. Dibutuhkan upaya kongkrit yang dapat mendorong terjadinya diseminasi keilmuan secara massif dari kita ke masyarakat internasional.
“Dalam rangka percepatan program internasionalisasi, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam perlu melakukan langkah-langkah strategis sehingga ada lompatan-lompatan agar dapat direkognisi dunia internasional.” Hal ini disampaikan Direktur DIKTIS melalui Kasubdit Kelembagaan dan Kerjasama, Thobib Al Asyhar, pada Rakornas Bidang Kerjasama Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia di auditorium UIN Satu Tulungagung (13/9).
Dalam kesempatan ini, Thobib melakukan otokritik terkait target capaian world clacc university yang hampir disematkan oleh seluruh PTKIN, namun belum kelihatan strategi kongkrit dan terukur yang akan dilaksanakan. Salah satu yang dijadikan contoh adalah terkait penyediaan informasi yang tertuang di website tidak menyediakan versi Bahasa Inggris dan Bahasa Arab.
“Program penerjemahan (translasi) karya-karya akademik terpilih melalui website maupun jurnal terindeks ini sangat penting dalam rangka membangun reputasi keilmuan kita di dunia internasional. Ini belum kita lakukan, padahal selama ini sering sebut menuju World Class University (WCU),” tandas Thobib.
Untuk itu, Thobib mendorong agar di PTKIN serius melakukan peningkatan kapasistas website sebagai jendela PTKIN yang tidak hanya menyajikan informasi berbahasa asing, tapi juga menyajikan berbagai hasil riset dosen berbahasa asing secara masif.
"Budaya translasi harus digalakkan di dunia kampus dan dipublikasi agar dapat dikomsumsi oleh masyarakat internasional. Sebenarnya hasil-hasil riset PTKIN banyak yang bagus, hanya sayangnya jarang diterjemahkan dan hanya masuk rak-rak buku perpusatakaan, sehingga tidak dikenal oleh dunia internasional", ujarnya.
Selain itu, imbuh Thobib, PTKIN harus memulai membuat standarisasi layanan, khusus penyediaan dormitory bagi mahasiswa internasional yang layak, nyaman, dan lengkap. Kualitas pelayanan melalui kantor International Office akan menjadi barometer kepuasan mahasiswa internasional yang dapat menjadi pintu promosi di dunia internasional.
"Standarisasi layanan kepada mahasiswa internasional sangat penting. Mereka adalah duta-duta dunia yang akan menjadi magnet bagi warga dunia lain, sehingga perlu dilayani dengan baik, dormitory yang layak dan nyaman. Kita tidak bisa membayangkan jika warga asing dicampur dengan mahasiswa kita, dimana mahasiswa kita memiliki budaya yang tidak baik seperti menjemur baju hanya mengenakan sarung tanpa pakaian atas, pasti akan membuat mahasiswa asing menjadi ilfeel", tandasnya.
Terkait dengan pencapaian world rank, PTKIN perlu menonjolkan subjek keunggulan dalam bidang Islamic Studies yang berwatak moderat.
"Jika kita ingin mengejar world rank dengan segala instrumennya, pasti kita akan kalah dari mereka yang lebih dulu. Caranya kita perlu menguatkan kelebihan kita dalam bidang Islamic Studies melalui berbagai hasil-hasil penelitian yang dapat men ginspirasi dunia dalam berbagai kemasan produk akademik", tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama, Maftuhin selaku Rektor UIN SATU Tulungagung menekankan bahwa internasionalisasi PTKIN harus diimbangi dengan kualitas kampus, sehingga orang asing tertarik belajar di sini. Di UIN Satu, ada mahasiswa internasional dari 34 negara, dan ke depan akan terus didorong agar jumlah mereka terus bertambah.(Thobib)
Tags:
uinBagikan: