Jakarta (Pendis) - Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit. PTKI) terus berupaya mendorong peningkatan kapasitas tenaga pendidik (dosen) dengan berbagai program, salah satunya program 5000 Doktor. Program ini dilaunching oleh Presiden Jokowi di akhir tahun 2014. Setiap tahun mentargetkan 250 beasiswa ke luar negeri dan 750 di dalam negeri.
Untuk Beasiswa doktor dalam negeri menjadi tugas dan fungsi (tusi) di Subdit Ketenagaan. Program ini menjadi sarana penguatan kapasitas dosen baik PNS maupun non-PNS. Demikian disampaikan Kasubdit Ketenagaan, Syafi`i dalam kegiatan Sosialisasi Program Fresh Graduate di Swiss-Belinn, Kemayoran, Jakarta, Senin (21/08).
"Program beasiswa doktor menjadi salah satu fokus kita dalam penguatan kapasitas dosen PTKI. Pada tahun ini peserta kandidat doktor dalam negeri yang lolos seleksi dengan kualifikasi sebagai berikut, 60% dosen bukan PNS pada PTKIS dan 40% dosen PNS di PTKIN. Dosen PNS lebih sedikit yang lulus disebabkan beberapa kemungkinan. Pertama, dosen PTKIN yang mengambil program doktor lebih banyak yang memilih prodi umum. Kedua, dosen PTKIN jika mengikuti program beasiswa maka banyak kehilangan haknya antara lain tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan kehilangan kesempatan mendapat KUM. Ketiga, banyak yang tidak memenuhi syarat, terutama terkait batas umur," ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis), Kamaruddin Amin dalam sambutan pembukaan berharap lulusan program 5000 Doktor menghasilkan mahasiswa yang berkualitas dan bermutu sesuai dengan studi yang disandangnya.
"Jika Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2008-2012 berorientasi pada akses pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, maka pada RPJM 2015-2019 orentasinya bergeser pada mutu dan kualitas. Kita tidak lagi mentargetkan mahasiswa sebanyak-banyaknya tapi mahasiswa yang bermutu dan berkualitas. Kita ingin mencetak anak didik yang qualified," ungkapnya.
Di hadapan para Direktur Pascasarjana PTKIN dan PTKIS Dirjen Pendis menekankan peningkatan standar pelayanan buku refrensi mahasiswa doktoral. "Saya sering mengatakan standar referensi harus berkelas internasional, komplit, perfect, seperti halnya yang ada di luar negeri. Misalnya buku tafsir harus punya koleksi karya klasik sampai yang modern, perspektif sarjana muslim maupun sarjana barat, sehingga kandidat doktor punya referensi lengkap dari semua sisi dan nantinya dia akan ahli di bidangnya," tandas Kamaruddin.
Ia menambahkan, "hal yang penting lainnya adalah Sumber Daya Manusia (SDM) di pasca harus berstandar internasional, apalagi untuk doktor. Standar internasional itu minimal mempunyai akses dalam pergaulan, mempunyai networking untuk mengakses dan mampu mengupdate setiap bidang studi berstandar internasional. Sehingga kita tidak hanya mengajarkan hasanah intelektual yang sudah ada, namun mampu memproduksi pengetahuan baru. Ini menjadi tantangan kita yang harus dibongkar," tuturnya.
Di akhir sambutan Dirjen berharap, "kita akan terus tingkatkan, setidaknya mutu dan kualitas standar PTKI bisa seperti universitas di luar negeri," pungkasnya. (ogie/dod)
Bagikan: