Bogor (Pendis) - Dalam rangka mengoptimalkan reputasi Jurnal ilmiah dan penelitian di kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi, mengamanatkan agar salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi ini digarap serius. "Para Rektor harus agar membuat proyek penelitian yang spektakuler dan menjadikan jurnal ilmiah bisa mengangkat akreditasi masing-masing kampus dan program studi, prodi-nya. Dan ini akan dikompetisikan antar kampus oleh Ditjen Pendis," katanya pada Seminar Publikasi Ilmiah di Bogor beberapa waktu yang lalu (07/08).
Bahkan, lanjut Isom, ia tak segan akan bersikap tegas demi meningkatkan mutu penelitian dan jurnal ilmiah kampus. "Mulai tahun 2018 ini, saya akan menaruh anggaran 30% BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri), terlebih dahulu di pusat agar para rektor mengafirmasi penelitan dan jurnal kampus," kata mantan Kepala Sub Direktorat Ketenagaan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) ini.
Sebagaimana diketahui terang guru besar IAIN Ternate ini, menurut Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 89 ayat 5 dan 6 mengamanatkan bahwa pemerintah mengalokasikan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari dana BOPTN untuk dana Penelitian di PTN dan PTS.
Masih menyoroti publikasi ilmiah yang ada dikampus, Isom mengatakan bahwa jurnal penelitian ini masih harus dibenahi dari segi independensi, korelasi dengan program studi dan updatingnya.
"Hasil penelitian yang tertuang dalam jurnal ilmiah hanya memenuhi rak-rak perpustakaan dikarenakan merupakan penelitian yang diulang, reduplikasi saja. Tidak cukup sampai disitu, jurnal kampus sering tidak berbasis pada program studi dan fakultas yang berbasis pada profesi, yang akhirnya menjadi `jurnal pesanan` bagi pengajar yang akan naik pangkat. Hal ini juga akan menjatuhkan independensi jurnal ilmiah kampus," kata Isom Yusqi yang di dampingi Kasubdit Penelitian, Publikasi Ilmiah dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Moh. Zain beserta para eselon IV lainnya.
Sedikit menyinggung tentang hasil penelitian yang dilakukan para pengajar PTKIN, alumni UIN Maulana Malik Ibrahim ini berstatemen bahwa hasil penelitian dosen kampus putih ini kurang adanya ekspresi akademik dan masih malu-malu kucing. "Ketika meneliti tentang ideologi dan politik yang barbau SARA; Suku, Agama, Ras dan Agama misalnya, para peneliti ketakutan akan publikasi hasil. Padahal dunia kademik semestinya memiliki kebebasan akademik dan otomnomi keilmuan. Seharusnya juga, ilmu ditegakkan berlatar dari analisa keilmuan dan tidak boleh ada bayang-bayang ketakutan ideologi atau identitas yang berkuasa," kata Isom.
Akhirnya, Sesditjen Pendis berpesan agar Jurnal dan penelitian bisa menjadi Key Performance Indicators (KPI) dari Perguruan Tinggi kita.
"Kalau jurnal masing-masing PTKIN tidak terakreditasi maka otomatis bisa dilihat bahwa kinerja perguruan tinggi tersebut tidak bagus. Kalau seperti ini, maka saya tidak akan merekomendasikan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Islam agar tidak menandatangani perjanjian kinerja para rektor," tegas Isom. (@viva_tnu/dod)
Bagikan: