Jakarta (Pendis) - Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) melalui subdit penelitian dan pengabdian pada masyarakat menyelenggarakan program ”Tadarus Litapdimas” selama bulan Ramadhan 1444 H. Kegiatan seri pertama kali ini mengusung tema “Kajian Islam Indonesia Kontemporer: Pendekatan Interdisipliner” pada Senin (27/03/2023) secara online.
Dalam keynote speechnya, Ahmad Zainul Hamdi, selaku Direktur PTKI menyampaikan bahwa fenomena urban sufism dan hijrah terjadi di komunitas urban muslim di mana PTKI merupakan bagian dari komunitas ini. Sehingga, civitas akademika PTKI perlu menaruh perhatian pada peristiwa ini.
“Urban sufism dan hijrah ini menghadirkan suatu fenomena sosial keagamaan yang baru. Kajian-kajian mengenai fenomena ini harus terus dilakukan agar kita tidak gagap dalam menentukan sikap, terlebih lagi sebagian besar dari civitas akademika PTKI berasal dari rural people” Ungkap Prof. Inung, sapaan akrabnya.
Sementara itu, Suwendi selaku Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat menyatakan bahwa hasil penelitian terbaik perlu didesiminasikan secara luas kepada publik agar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
“Diseminasi hasil penelitian adalah tanggung jawab semua pihak agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Tadarus Litapdimas yang kini berlangsung 4 (empat) tahun secara konsisten menjadi salah satu kanal untuk mendiseminasikan hasil-hasil penelitian, publikasi, dan pengabdian terbaik dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) kepada publik” jelas Suwendi.
Pada kesempatan tersebut, Rubaidi selaku pembicara pertama fokus mengkaji fenomena urban sufism dengan judul paparan “Dinamika Susifme Indonesia Kontemporer: Rekonstruksi Pemikiran Sufisme dan Kritik atas Konsep Urban Sufisme melalui Majelis Shalawat Adlimiyah”.
Profesor UIN Sunan Ampel Surabaya ini menyampaikan bahwa ada dampak positif dari fenomena urban sufism untuk pengikutnya yaitu munculnya kesadaran dari dalam diri yang berkaitan dengan spritualitas dan keagamaan. Meskipun demikian, masih ada pengikut urban sufism yang perlu pendampingan agar tidak sekedar mengikuti tren saja.
Selanjutnya, pembicara kedua Muhammad Alkaf dari IAIN Langsa ini membahas gerakan hijrah mampu membawa paradigma baru dimana munculnya otonomi “umat” untuk memilih “elitnya”, mendisrupsi otoritas tempat belajar agama seperti Pesantren, Dayah, Teungku, dan Kyai, dan masifnya dukungan industri terhadap gerakan hijrah.
Alkaf melanjutkan, kita harus melihat fenomena ini sebagai bagian dari perubahan sosial dan perlu membangun Kerjasama bersinergi dalam kegiatan-kegiatan hijrah dan pembinaan karakter dalam kerangka keberislaman yang moderat dan toleran.
Berperan sebagai pembahas, Syamsun Niam, dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, menyampaikan bahwa fenomena urban sufism dan hijrah tidak hanya untuk menarik perhatian publik dan menjadi media eksistensi saja. Akan tetapi, fenomena ini menjadi sarana bagi urban muslim untuk membentuk karakter kesadaran spiritual yang membutuhkan sosok guru pendamping agar tidak salah dalam memahami konteks ilmu agama yang mereka pelajari.
Tags:
PTKINKerenBagikan: