UIN Bandung Dorong Kurikulum Berbasis Cinta untuk Pendidikan yang Humanis dan Bermakna
Bandung (Pendis) -- UIN Sunan Gunung Djati Bandung turut berkontribusi dalam pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Strategi Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC): Membangun Pembelajaran Humanis dan Bermakna” yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM.
Kegiatan FGD ini digelar di Aula Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Kamis, (19/6/2025).
Dengan menghadirkan empat narasumber dari kalangan akademisi dan peneliti: Fakry Hamdani, (Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Bandung), Aan Hasanah, (Guru Besar Psikologi Pendidikan dan Karakter UIN Bandung), Ulfiah (Dekan Fakultas Psikologi UIN Bandung), Shiyamu Manurung,(Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN).
FGD dibuka secara resmi oleh Muhammad Ali Ramdhani, selaku Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kementerian Agama RI.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh para Wakil Dekan, Ketua dan Sekretaris Program Studi di lingkungan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sebagai bentuk komitmen bersama dalam membangun pendekatan kurikulum yang humanis, inklusif, dan bermakna dalam pendidikan tinggi keagamaan.
Saat memberikan arahan Kang Dhani, sapaan akrabnya, menekankan pentingnya transformasi pendidikan keagamaan yang tidak hanya berorientasi pada penguasaan materi, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai cinta, kasih sayang, dan penghormatan terhadap sesama. Caranya dengan merekonstruksi (menata kembali) sistem pendidikan agar mampu melahirkan insan yang humanis, nasionalis, naturalis, toleran, dan selalu mengedepankan cinta sebagai prinsip dasar dalam kehidupan.
“Pendidikan tidak hanya sebagai amanah konstitusi, tetapi juga amanah keagamaan dan kemanusiaan. Kurikulum Berbasis Cinta menjadi jalan untuk menanamkan empati, penghormatan terhadap perbedaan, dan cinta kepada Tuhan, sesama manusia, bangsa, serta lingkungan,” tegasnya.
Dalam sambutannya, Rohmat Mulyana Sapdi, selaku Ketua Panitia dan Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pendidikan Agama dan Keagamaan menyampaikan bahwa meskipun kegiatan ini berskala terbatas, namun substansi yang dibahas sangat penting bagi arah kebijakan pendidikan ke depan.
“Forum ini menjadi ruang strategis untuk memperkenalkan dan merumuskan pemahaman bersama mengenai Kurikulum Berbasis Cinta, sekaligus membangun sinergi antara para pemangku kebijakan dan pelaksana pendidikan, khususnya dari lingkungan PTKIN dan madrasah,” ungkapnya.
Rohmat menjelaskan lima langkah strategis implementasi Kurikulum Berbasis Cinta, yaitu: Pertama, Eksplorasi. Melakukan kajian konseptual dan pemetaan kebutuhan dalam rangka memahami konteks dan tantangan yang dihadapi. Kedua, Instalasi Sistem dan Infrastruktur. Membangun sistem pendukung, termasuk perangkat lunak, sumber daya manusia, serta kebijakan internal yang relevan. Ketiga, Penerapan Awal (Pilot Project). Menerapkan kurikulum secara terbatas pada satuan pendidikan tertentu sebagai proyek percontohan. Keempat, Penerapan Penuh. Meluaskan penerapan kurikulum ke seluruh satuan pendidikan terkait setelah dilakukan evaluasi pada tahap awal. Kelima, Evaluasi dan Keberlanjutan. Melakukan evaluasi menyeluruh untuk menjamin keberlangsungan dan pengembangan kurikulum secara berkelanjutan.
Sebagai keynote speaker, hadir Tedi Priatna, Wakil Rektor II sekaligus Plh. Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dalam paparannya yang berjudul “Peran PTKIN dalam Mewujudkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)”, menjelaskan bahwa pendidikan agama tidak boleh menjadi ruang yang menumbuhkan kebencian.
“Guru agama harus menjadi penyemai kasih sayang, bukan sekadar penghafal dogma. Kurikulum Berbasis Cinta adalah roh baru pendidikan Islam modern yang harus dihidupkan melalui nalar, jiwa, dan praktik pendidikan,” jelasnya.
Kurikulum ini, menurut Tedi, menginternalisasi empat nilai utama: cinta kepada Tuhan (hablum minallah), cinta kepada sesama (hablum minannas), cinta kepada lingkungan (hablum bil bi’ah), dan cinta kepada bangsa (hubbul wathan). Prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar dalam membentuk sistem pendidikan yang humanis, inklusif, dan berkeadaban.
FGD ini menjadi momentum penting dalam memperkuat kolaborasi strategis antara Kementerian Agama, PTKIN, dan madrasah, “dalam rangka mewujudkan pendidikan yang membumi, menyentuh hati, dan relevan dengan dinamika zaman,” bebernya.
Dalam sesi pemaparannya, Fakry Hamdani, (Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung) membahas tema "Menakar Materi Pembelajaran Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)."
Pemetaan materi ajar yang tidak hanya bersifat kognitif, tetapi juga mampu membentuk dimensi afektif peserta didik.
Aan Hasanah, (Guru Besar Psikologi Pendidikan dan Karakter UIN Sunan Gunung Djati Bandung) mengulas strategi pembelajaran KBC dengan menitikberatkan pada integrasi nilai dan karakter. Core Ethical Values dalam KBC mencakup nilai-nilai utama seperti empati, kasih sayang, toleransi, keadilan dan kesetaraan, hormat, serta kerendahan hati, perikemanusiaan, kerjasama dan kolaborasi, keadilan dan tanggungjawab serta percaya diri.
“Orang hebat bisa melahirkan beberapa karya bermutu, tapi guru bermutu bisa melahirkan ribuan orang hebat,” ujarnya, menegaskan pentingnya kualitas pendidik dalam keberhasilan implementasi kurikulum.
Ulfiah, (Dekan Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung) memfokuskan pemaparannya pada Strategi Evaluasi Capaian Kurikulum Berbasis Cinta. Pendidikan harus menjadi jalan utama dalam mencetak generasi yang tidak hanya cakap secara intelektual, tetapi juga memiliki moralitas tinggi, integritas, serta keterampilan dalam menghadapi tantangan masa depan.
“Kurikulum Berbasis Cinta hadir sebagai strategi untuk menanamkan nilai kasih sayang, harmoni, dan peradaban yang berlandaskan sikap saling mencintai,” paparnya.
Shiyamu Manurung, (Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN), menelaah Kurikulum Berbasis Cinta dalam Perspektif Riset Pendidikan Karakter. Pendekatan pendidikan berbasis cinta menempatkan kasih sayang, empati, penghargaan, dan kepedulian sebagai fondasi utama dalam proses belajar.
“Menurut saya, cinta dipahami sebagai energi ruhaniah yang menghubungkan manusia dengan Tuhan (hablum minallah), dengan sesama (hablum minannas), dengan ilmu (hablum minal 'ilm), dan dengan alam (hablum minal kaun),” pungkasnya.
Tags:
UINBagikan: