Jakarta (Pendis) - Membangun pesantren agar memiliki kekuatan ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan membutuhkan insan-insan penggerak yang siap mendedikasikan diri dalam kerja-kerja ikhlas dan serius. Demikian disampaikan Staf Khusus Menteri Agama M Nuruzzaman dihadapan para Trainer, Tim Asistensi, dan Pendamping Implementasi Kemandirian Pesantren dalam giat bertajuk ToT Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan dan Kewirausahaan Program Kemandirian Pesantren, di Jakarta.
Pasalnya, potensi pesantren yang saat ini berjumlah 36 ribu lebih dengan 17 juta santri itu telah lama diabaikan, padahal jika potensi ekonomi pesantren dikembangkan dengan baik pada akhirnya akan memberi kontribusi besar bagi perekonomian nasional.
"Kalau separuh saja dari total pesantren bisa mandiri dan mengembangkan potensi ekonomi bersama masyarakat sekitar, apapun yang terjadi terhadap situasi global, masyarakat kita akan tetap kuat. Ini pentingnya kemandirian pesantren secara strategis dalam arti luas," kata Nuruzzaman seraya menyinggung situasi ekonomi global yang terjadi belakangan, Minggu (27/03).
Dirinya meyakini apa yang dilakukan Kementerian Agama melalui Program Kemandirian Pesantren saat ini merupakan program yang tepat untuk mengungkit potensi yang dimiliki pesantren. Karena, Lanjut pria yang karib disapa kang Zaman, Program Kemandirian Pesantren tidak sekedar memberi bantuan usaha yang bentuknya stimulan melainkan juga pendampingan intensif hingga pesantren bisa membangun usaha berkelanjutan.
"Harapan ini besar, maka butuh tenaga yang lebih besar untuk lebih banyak melakukan pengawalan dan pendampingan. Tentu kata kuncinya keikhlasan dan keseriusan," lanjutnya.
Kementerian Agama dibawah kepemimpinan Menag Yaqut Cholil Qoumas menggulirkan Kemandirian Pesantren sebagai program prioritas sejak tahun 2020. Program tersebut telah berjalan di 105 pesantren ditambah 9 pesantren yang lebih awal sebagai proyek percontohan. Jika dihitung dari saat pemberian bantuan, belum genap satu tahun pesantren menjalankan program tersebut, namun prospek pengembangan bisnisnya sudah dapat terlihat, bahkan beberapa pesantren menyampaikan laporan telah bisa membantu meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik dilingkungannya.
"Tahun kemarin kita membantu 105 pesantren, meski nominal bantuan alakadarnya namun pendampingan terus kita lakukan. Kita melihat ada potensi besar yang dimiliki pesantren, tinggal didampingi saja, ini efek atau dampak positif yang bisa dilihat. Sekali lagi ini soal afirmasi negara terhadap pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia agar mereka bisa mandiri dan berdaya secara ekonomi tidak lagi bergantung pada siapapun," ungkap Nuruzzaman.
Meski demikian Zaman mengakui bantuan pemerintah selama ini masih sangat terbatas. "Bahkan anggaran untuk direktorat PdPontren saja belum pernah mencapai 1 triliun, maksimal hanya menyentuh angka 800 miliar, dengan jumlah pesantren 36 ribu lebih. Padahal ini lembaga pendidikan tertua di Indonesia dengan model pendidikan khas yang lahir di Indonesia dan telah melahirkan banyak orang, sementara politik anggarannya saja hanya 800 milyar," tutur Nuruzzaman.
Karena itu Nuruzzaman berharap prospek pengembangan ekonomi pesantren dapat menjadi perhatian banyak pihak. Bukan hanya pemerintah, termasuk kalangan perbankan dan dunia usaha. Pada tahap tertentu, kata Nuruzzaman, Pesantren akan menjadi penghubung atau fasilitator bisnis bagi pengembangan ekonomi di masyarakat sekitar, maka akan sangat memberi dampak dan manfaat pada bangsa dan negara.
"Kenapa pesantren ini butuh diafirmasi?. Agar ketika ekonominya sudah kuat akan semakin fokus dalam mengembangkan pendidikan dan dakwah, selain tentu menjalankan fungsinya dalam pemberdayaan masyarakat. Jadi ini sebenarnya harapan dari Menteri Agama. Bagaimana Pesantren agar mandiri dan kuat, kita dampingi terus sampai mereka mampu mengembangkannya secara berkelanjutan." lanjutnya.
Sementara itu Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yang juga ketua Pokja Kemandirian Pesantren, Waryono Abdul Ghofur menyampaikan training yang dilaksanakan bagi para pengelola bisnis pesantren kali ini dilaksanakan selama tiga hari, 27-29 Maret 2022. Diikuti oleh 33 peserta yang terdiri dari Trainer, Tim Asistensi, dan Pendamping Implementasi Kemandirian Pesantren. Bertujuan untuk menyamakan visi-misi serta menguatkan komitmen bersama.
"Harapannya pengelolaan Kemandirian Pesantren akan lebih baik lagi dan semakin sistematis, sehingga apa yang menjadi tujuan dari program ini dapat cepat terealisasi," ujar Waryono.
Selain itu, kata Waryono, training juga dilakukan untuk mempelajari lebih dini tentang skema dan bisnis plan yang disampaikan oleh pengelola pesantren. "Tahun ini, pendaftar bantuan Kemandirian Pesantren sudah mencapai lebih dari seribu proposal. Jadi peminatnya cukup tinggi, meskipun tentu kuota kita terbatas," sambung Waryono.
Untuk diketahui, program Kemandirian Pesantren telah berjalan sejak akhir tahun 2020 di 9 pondok pesantren. Tahun 2021, program ini direplikasi pada 105 pondok pesantren binaan Kementerian Agama. Selanjutnya pada 2022 replikasi program kemandirian ditargetkan menyasar 500 pesantren.
Replikasi serupa akan dilakukan di tahun-tahun berikutnya dengan sasaran lebih besar. Sehingga, pada tahun 2024 diharapkan program ini akan mereplikasi model kemandirian pada 5000 pesantren yang menjalankan unit usaha secara mandiri dan membangun jejaring bisnis baik antar pesantren maupun dengan pihak lain.
Bagikan: