Dirjen Pendis: Tiga Peran Pondok Pesantren

Dirjen Pendis: Tiga Peran Pondok Pesantren

Serang (Pendis) - "Setidaknya ada 3 (tiga) peran yang harus dilakukan oleh seluruh pondok pesantren di Indonesia, yakni transmisi ilmu pengetahuan, agen perubahan, dan merawat keindonesiaan," demikian papar Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin, saat acara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Pondok Pesantren Sulaimaniyah Serang, Kamis, 23 Februari 2017. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Yayasan UICCI Pondok Pesantren Sulaimaniyah ini dihadiri oleh Staf Ahli Gubernur Banten, Walikota Serang, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Banten, MUI, dan sejumlah tokoh masyarakat dan pemerintah setempat.

Lebih lanjut pria kelahiran Wajo, 5 Januari 1969 menjelaskan bahwa pondok pesantren harus melakukan transmisi ilmu pengetahuan, mencerdaskan santri terutama dalam beragama. Pondok pesantren harus mampu meriwayatkan dan meneruskan nilai-nilai profetik dan praktek-praktek agama yang dibawa oleh Nabi Muhamnad SAW. Kitab yang dikaji harus mengajarkan ilmu pengetahuan keislaman yang benar. Selain itu, pondok pesantren juga berperan sebagai agen perubahan. Di samping sebagai lembaga transmisi pengetahuan, pondok pesantren juga sebagai lembaga dakwah yang mampu mengubah masyarakat (agent of change). Oleh karenanya, pondok pesantren perlu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan masyarakat. Pondok pesantren harus mampu memberikan solusi atas problem yang dihadapi masyarakat, tidak boleh terisolasi apalagi menyendiri dari persoalan-persoalan kemasyarakatan. Peran ketiga yang dilakukan oleh pondok pesantren adalah membantu dalam merawat Islam-Indonesia. Pesantren merupakan benteng dalam menjaga Islam Indonesia, yakni Islam Indonesia yang damai, bukan Islam yang caci maki. Oleh karenanya, dalam konteks ketiga itu, Kamaruddin Amin menitipkan harapan kepada Pesantren Sulaimaniyah dan pesantren-pesantren lainnya untuk mengkaji tentang Indonesia. Di samping belajar tentang Islam, santri harus dibekali dan belajar dengan keindonesiaan. "Meskipun pesantren Sulaimaniyah ini berkoneksi dengan masyarakat Turki, namun keberadaan pesantrennya ada di Indonesia maka harus mengkaji tentang keindonesiaan, seperti Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila. Sebelum diberangkatkan ke Turki, semua santri harus belajar tentang keindonesiaan itu," papar Dirjen Pendidikan Islam.

Pada kesempatan itu, guru besar bidang Hadits UIN Makassar itu menyatakan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Islam memiliki program 10.000 tahfizh yang dilakukan melalui layanan pondok pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi keagamaan Islam. Penyelenggaraan program tahfizh itu di antaranya adalah bersinergi dengan pondok pesantren Sulaimaniyah ini. "Diharapkan lulusan pondok pesantren itu di samping memiliki pengetahuan dan pemahaman keagamaan Islam yang baik, juga memiliki hafalan Alquran yang dibanggakan," terang Dirjen Pendidikan Islam.

Sebelum Dirjen Pendidikan Islam tampil, Hakan Soydemir, Direktur UICCI untuk Indonesia dan Asia menyampaikan bahwa Pesantren Sulaimaniyah yang berada di Serang ini dibangun di atas tanah wakaf dari almarhum Muslim Nasution, guru besar ilmu kalam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, seluas 5.000 M2. "Pesantren ini adalah cabang yang ke-29 di Indonesia. Insya Allah, direncanakan di tempat ini akan diselenggarakan proses pendidikan pesantren persis sebagaimana yang dilakukan di Turki. Proses pembangunan direncanakan akan selesai hingga bulan Ramadan tahun 2018. Mudah-mudahan semuanya berjalan dengan lancar," demikian papar pria kelahiran Turki, Hakan Soydemir.

Pesantren Sulaimaniyah di Indonesia tumbuh di antaranya berkat kerjasama dengan Kementerian Agama RI yang dimulai pada akhir tahun 2010 hingga kini. Antusiasme masyarakat untuk mewakafkan tanah dan/atau bangunan kepada yayasan UICCI-Sulaimaniyah ini semakin menunjukkan progresifitas yang cukup tinggi. "Pada umumnya, santri pesantren Sulaimaniyah mampu menghafalkan Al Qur`an 30 juz itu kurang dalam 1 (satu) tahun. Di samping tahfizh Al Qur`an, mereka belajar dan mengkaji kitab-kitab ahlus sunnah wal jamaah, dan bahasa Turki," papar Hakan Soyemir lebih lanjut. (swd/dod)


Tags: