PENDAPAT GURU ; Menangkal Radikalisme di Sekolah

PENDAPAT GURU ; Menangkal Radikalisme di Sekolah

MENANGGAPI maraknya berita teror yang dilakukan kaum muda patut diwaspadai bersama. Terutama masuknya ideologi radikalisme yang mulai merambah usia sekolah dan mahasiswa. Menurut Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, aktivis Negara Islam Indonesia (NII) mulai merekrut anak sekolah dan mahasiswa (usia 11-19 tahun) untuk kemudian dilakukan cuci otak (brainwash).
Hal itu dikuatkan kabar, beberapa mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi hilang. Setelah diselidiki ternyata sebagian besar mereka direkrut menjadi anggota NII. Tentu ada alasan mengapa anak sekolah dan mahasiswa menjadi target. Karena, pada usia remaja dan mahasiswa adalah masa penuh gejolak. Pada masa itu anak pada tahap pencarian identitas yang selalu labil.
Pada masa itu anak sedang bersemangat untuk menunjukkan eksistensinya. Jika tak diarahkan dengan benar, bisa-bisa anak memilih jalur yang salah. Sebagaimana aksi genk motor, narkoba, seks bebas dan sebagainya lebih banyak terjadi pada usia ini. Potensi untuk menjadi pelaku teror pun sangat besar. Mungkin inilah yang dimanfaatkan anggota NII guna melebarkan sayapnya di sekolah dan kampus.
Untuk gerakan radikalisme di sekolah, disinyalir sudah terjadi sejak lama. Gerakan ini menyusup ke lembaga intra sekolah seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan rohis. Dalam organisasi itu, ideologi ekstrimis berkembang. Para tutornya sebagian dari mahasiswa yang sudah lebih dulu bergabung dengan kaum ektrimis/radikal. Mereka sengaja membibit adik-adik kelasnya untuk dipersiapkan sebagai anggota Islam garis keras.
Terdapat ciri yang mencolok pada kelompok ini. Mereka biasanya memusuhi pemerintahan yang mereka anggap melenceng. Mereka juga kerap menuding kelompok lain kafir, berkeinginan untuk mendirikan negara Islam dan bahkan menyerukan jihad dengan cara-cara radikal.
Di sinilah guru agama harus bisa memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam. Bahwa, Islam yang benar tidak pernah mengkafirkan orang lain, memusuhi pemerintah yang berdaulat dan melakukan jihad-jihad yang keliru. Peserta didik harus dibekali dengan pengertian esensi Islam yang sesungguhnya. Dengan demikian tugas guru agama menjadi ganda. Yakni membentengi peserta didik dari ideologi radikal sekaligus membentuk karakter muslim yang benar.
Ideologi harus dilawan dengan ideologi pula. Salah menafsirkan agama harus dilawan dengan penafsiran agama yang benar. Karena itu tidak dibenarkan memakai cara-cara kasar seperti sanksi dikeluarkan dari sekolah, skorsing tidak naik kelas dan semacamnya.
Pelbagai kasus terorisme akhir-akhir ini semoga menjadikan kita lebih waspada. Baik guru, orangtua, lingkungan sekolah juga harus bersama-sama menangkal peserta dari bahaya terorisme. Caranya adalah dengan meningkatkan iklim toleransi, saling menghormati pemeluk agama lain dan saling terbuka. Wallahua’lam. q -c
*) Penulis, Guru PAUD Griya Nanda UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


Tags: