Perubahan Tren Pembacaan Naskah Kuno di Banten

Perubahan Tren Pembacaan Naskah Kuno di Banten

Jakarta (Pendis) -- Perubahan zaman seringkali menggeser tradisi dan budaya. Ritual pembacaan Naskah Wawacan Seh di Banten termasuk salah satu di antara contohnya. Wawacan Seh merupakan tulisan tangan dengan aksara pegon berbahasa Jawa ala orang Banten tentang riwayat perjalanan spiritual Syekh Abdul Qadir Jaelani, sering disebut juga pembacaan manakib. Wawacan Seh sering dibaca dengan tradisi macapatan.
Temuan ini diungkap oleh Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Ade Fakih Kurniawan, saat menyampaikan  di forum Tadarus Litapdimas ke-21 secara daring oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Selasa, (22/09). Dalam forum tersebut, Ade menyampaikan temuan riset disertasi berjudul "Cultural Negotiation, Authority, and Discursive Tradition: The Wawacan Seh Ritual in Banten".

“Telah terjadi perubahan praktik ritual tradisi Wawacan Seh itu oleh mereka yang mempunyai kuasa di masyarakat. Konsekuensinya, berubah pula pada tataran ontologis, sosial, worldview, dan cara pandang keagamaan. Sekakipun berubah, tetapi tidak mengubah kekhusyu'an ritual baca Wawacan Seh Abdul Qadir," jelas Ade.

Sebelumnya, temuan riset desertasi Ade sudah dipertahankan secara terbuka pada ujian program doktor Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga. 

Direktur Direktur PTKI, Suyitno mengapresiasi hasil temuan riset disertasi Ade. Menurutnya, salah satu kemanfaatan disertasi di lingkungan PTKI adalah mampu memberi kontribusi nyata pada masyarakat. 

“Hasil disertasi atau riset harus memiliki dua fungsi yaitu menjawab persoalan akademik yang ditelitinya dan dapat bermanfaat, memberi solusi bagi masyarakat," ujar Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang.

Apresiasi serupa disampaikan oleh Direktur Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Asep Saefuddin Jahar. "Kajian Wawacan Seh karya Ade mampu menemukan pemikiran baru dari analisis antropologis yang berbasis teks kuno, manuskrip. Sekurangnya, tidak kalah dengan kajian disertasi para sarjana Eropa/Barat,".  

Tadarus Litapdimas seri ke-21 mengusung tema, "Menguak Teks, Tradisi, dan Otoritas Keilmuan."  Panelis lainnya adalah Zunly Nadia yang menyampaikan hasil penelitiannya yang berjudul  “Sahabat Perempuan dan Periwayatan Hadits; Kajian atas Subyektifitas Perempuan dalam meriwayatkan Hadits", Sedangkan Awal Muqsith dari UIN Alauddin Makassar menyampaikan hasil riset yang berjudul “Konsep Bernegara Masyarakat Bugis dalam Lontara Latoa: Tinjauan Filsafat Politik Islam”.

Diskusi selama kurang lebih dua jam secara online itu dipandu oleh Kasi Penelitian dan Pengelolaan HKI, Mahrus. Antusiasme peserta diskusi luar biasa, hingga berakhir acara yang ditutup oleh Kasubdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat PTKI, Suwendi. 

(MEM/MY)


Tags: