Samarinda (Pendis) - Kementerian Agama pada tahun 2017 merebut kembali opini puncak Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan (LK) setelah tahun sebelumnya "hanya beropini" WTP DPP (Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "BPK memberikan opini kepada seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) secara garis besar atas dua hal; laporan keuangan dan efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI)," kata Nugraha Setiawan, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Bagian Pengelola Hasil Pengawasan, Sistem Informasi dan Pengaduan Masyarakat (Kabag PHP, SI, dan Dumas) Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI (Itjen Kemenag), di Kota Samarinda, Selasa (29/08).
Mengenai laporan keuangan, lanjut Nugraha, dapat dikategorikan lagi atas tiga (3) hal. "Yang perlu diperhatikan atas laporan keuangan adalah pertama, kesesuaian LK yang diperiksa dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kedua, kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan sesuai dengan pengungkapan yang seharusnya dibuat seperti disebutkan SAP. Dan ketiga, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaporan keuangan," ungkap Plt. Kabag PHP, SI dan Dumas.
Sedangkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan oleh BPK juga meliputi tiga (3) hal yaitu Buku A, B dan C. "Buku A adalah laporan auditednya yang berisi opini BPK, Buku B adalah LHP SPI-nya. Dan Buku C adalah LHP Kepatuhan terhadap perundang-undangan," ucap Nugraha.
Perihal sorotan yang sering menjadi fokus BPK terhadap Kementerian Agama, menurut Nugraha adalah Sistem Pengendalian dalam masalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "PNBP yang sering bermasalah di Kemenag diantaranya adalah PNBP yang digunakan langsung dan PNBP yang tidak disetujui Kementerian Keuangan. Dan biasanya, solusi dan rekomendasi adalah perbaikan sistem. Sedangkan rokomendasi terhadap temuan atas kepatuhan terhadap perundang-undangan adalah pengembalian ke kas negara; kelebihan belanja dan kekurangan volume harus dikembalikan ke negara," kata Nugraha.
Sedangkan temuan rekomendasi temuan kepatuhan yang harus dibayarkan oleh Kementerian Agama kepada negara, menurut Nugraha berdasar atas temuan BPK meliput 4 (empat) hal; pertama, Kelebihan pembayaran belanja pegawai. Kedua, Realisasi pembayaran belanja barang (honor, uang saku, uang harian dan uang transport) tidak sesuai Standar Biaya Masukan (SBM) dari Kementerian Keuangan. Ketiga, kelebihan pembayaran atas belanja barang yang dilaksanakan tidak sesuai atau melebihi ketentuan dan denda keterlambatan realisasi belanja barang belum dipungut. Dan keempat, kurangan volume pekerjaan belanja modal, denda keterlambatan, serta jaminan pelaksanaan belum dipungut.
Dalam forum Penguatan Pengelolaan BMN Pusat dan Satker di Kalimantan Timur tersebut, Auditor Itjen Kemenag tersebut kembali mengatakan bahwa setidaknya ada 4 (empat) hal temuan SPI yang harus ditindaklanjuti oleh Kementerian Agama atas BPK. "Pertama, penggunaan langsung pendapatan Satker non BLU. Kedua, aset tetap tanah yang masih dikuasai pihak lain dan/atau dalam sengketa. Ketiga, Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) yang belum ada keberlanjutannya. Dan keempat, penyajian dan pengungkapan Laporan Operasional dan Laporan Perubahan Ekuitas belum sepenuhnya memadai," ungkap Nugraha (@viva_tnu/dod)
Bagikan: