Samarinda (Pendis) - Barang Milik Negara (BMM) adalah aset negara yang tidak hanya harus diamankan namun lebih dari itu, yaitu harus dikelola dengan penuh tanggung jawab. Selain "dosa" warisan, BMN yang bermasalah juga sering diakibatkan manajemen aset yang tidak tertata. "Mulai tahun 2017-2018 ini, akan ada "pekerjaan" penilaian kembali atau revaluasi, aset tetap untuk BMN agar penyajian tentang nilai aset ter-update sesuai dengan kondisi kekinian," kata Kepala Bagian Umum Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Kabag Umum Setditjen Pendis), Ali Ghozi, pada Forum Penguatan Pengelolaan BMN Pusat dan Satker di Kalimantan Timur, di Samarinda, Rabu (30/08).
Penilaian kembali aset negara tersebut kata Kabag Umum, sebenarnya bukan hal yang baru dikarenakan merupakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) 3 tahun yang lalu. "Mengevaluasi kembali aset tetap merupakan amanat PP Nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan BMN. Tahap implementasinya baru dilaksanakan melalui Surat Direktur Jenderal Kekayaan Negara No. S-785/KN/2017 tanggal 13 Juni 2017 tentang Pelaksanaan penilaian Kembali BMN pada Kementerian/Lembaga," kata Ali Ghozi di hadapan para operator SIMAK BMN 04, Pendidikan Islam, se-Kalimantan Timur.
Salah satu contoh yang mendorong program revaluasi aset, sambung mantan Kepala Sub Bagian Rumah Tangga (Kasubag RT) Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama RI ini, adalah banyak aset negara yang justru nilai maupun harga menyusut. "Lukisan karya maestro Indonesia di Istana Negara misalnya, menurut beberapa informasi menyebutkan bahwa nilainya Rp. 1,- (satu rupiah) dikarenakan disusutkan secara berkala, diperlakukan dengan aset yang lain. Padahal lukisan adalah karya seni antik yang semakin lama semakin mahal, ratusan bahkan milyaran rupiah harganya," kata alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Penyajian pencatatan aset tetap di Kementerian Agama RI, juga tidak boleh salah sedikit pun yang nantinya akan berakibat fatal. "Aset berupa tanah di kawasan kantor di Itjen misalnya, setelah ada "terkena" proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta dihargai 27juta per meter persegi (m2), padahal menurut NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)-nya, hanya 3juta/m2. Ini salah satu hal yang harus diperhatikan dalam revaluasi yang akan dilakukan oleh semua satker Kementerian Agama RI," tandasnya.
Terhadap opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2017 atas Laporan Keuangan (LK) tahun 2016 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pria asli Lamongan mengatakan bahwa WTP memberikan konsekuensi kepada Kemenag agar tidak ada kesalahan-kesalahan lagi. "Mulai tahun 2018 sampai beberapa tahun ke depan, selain Laporan Keuangan, BPK akan fokus auditnya tentang pengelolaan BMN dikarenakan salah satu catatan BPK dalam LK Kemenag adalam BMN; terkait tata kelola, selisih neraca SIMAK BMN dengan SAIBA, dan selisih antara pencatatan SIMAK BMN dengan cek/opname fisiknya," kata mantan Auditor Pertama Itjen Kemenag RI ini. (@viva_tnu/dod)
Bagikan: