Jakarta (Pendis) - Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk Kementerian Agama harus dipertahankan. "Untuk tahun 2019 nanti, opini WTP harus dipertahankan untuk keempat kalinya bahkan melanggengkannya bahwa ini adalah marwah sebagai Kementerian yang `berlabel` Agama. Demikian dikatakan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi pada Koordinasi Pimpinan Dalam Rangka Penyusunan LKKA Tahun 2018 di Makassar, Kamis (20/09) malam.
Dalam forum Laporan Keuangan Kementerian Agama (LKKA) yang dihadiri oleh para Kepala Bidang Madrasah/PAKIS tersebut, Isom sangat mengapresiasi kinerja para Kepala Bidang (Kabid) dan tentunya juga para Kepala Kantor Wilayah(Kakanwil) Kementerian Agama Propinsi se-nusantara dalam mensukseskan laporan keuangan hingga bisa meraih opini WTP. "Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tidak bisa bagus LKKA-nya kalau tanpa ada kerjasama dan kerjas keras lagi cerdas yang baik dengan para Kabid dan Kakanwil se-Indonesia," kata Isom yang pernah tinggal di Makassar beberapa waktu ketika prajabatan.
Dalam rangka mempertahankan WTP tersebut, lanjut Isom yang berlatarbelakang pendidikan Agama namun lihai juga dalam urusan neraca, laporan keuangan harus memperhatikan dan mencermati 3 (tiga) hal. "Laporan Keuangan Kementerian Agama yang didalamnya mencakup juga Laporan Keuangan unit eselon I Ditjen Pendidikan Islam, harus mencermati dan memperhatikan; pertama, masalah serapan anggaran. Kedua, pagu minus. Dan ketiga, Laporan SIMAK BMN", kata guru besar dari salah satu PTKIN di Indonesia Timur ini.
Tahun 2018 ini, tegas Isom sambil menyitir pernyataan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, serapannya harus mencapai minimal 95%. "Tahun 2017 kemarin serapan Kementerian Agama mencapai 93% padahal 3 bulan terakhir ditambahai 4,6 Trilyun untuk tunjangan inpassing TPG guru. Menteri Agama dan jajarannya sempat kuatir tidak akan terserap semua padahal tambahan 4,6 T ini adalah perjuangan Kemenag dihadapan DPR dan Kementerian Keuangan," kata alumnus IAIN Maulana Malik Ibrahim-Malang ini.
Masalah pagu minus yang sering "menimpa" Ditjen Pendis ini, lanjut Sesditjen Pendis, hal ini diakibatkan kekurang cermatan dalam menghitung anggaran. "Pagu minus sering terjadi pada belanja pegawai. Ia juga sering disebabkan revisi tanpa koordinasi. Misalnya, mencairkan akun lama padahal akun tersebut sudah direvisi, anggaran tidak ada atau dialihkan," kata pria asal Jawa Timur ini.
Sedangkan "sumbangsih" SIMAK BMN dalam LKKA, Isom menginstrusikan ke seluruh jajarannya dan juga para Kabid agar Laporan Keuangan itu harus seimbang antara Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan LO (Laporan Operasional). "Antara SAIBA dan SIMAK BMN juga harus seimbang. Jadi neracanya harus seimbang. Ini yang harus diperhatikan oleh para operator. Yang senantiasa juga harus dikontrol atasannya," kata Kuasa Pengguna Barang (KPB) di unit eselon I Ditjen Pendis ini.
Pimpinan Harus Kreatif Merencanakan
Erat kaitannnya dengan perencanaan, Isom berpesan kepada para Kepala BIdang bahwa pimpinan harus kreatif dan inovatif dalam merencanakan. "Pimpinan harus ada nilai plusnya. Harus ada gebrakan baru, hal baru dan perubahan baru menuju hal yang lebih baik," tegas salah satu eselon II dari 6 eselon II di Ditjen Pendis ini.
Pimpinan yang sekaligus sebagai perencana, Isom kembali menegaskan agar pimpinan tidak melepas begitu saja ke bagian perencanaan tanpa pengawasan. "Kalau perencanaan dipasrahkan total ke perencana, maka akhirnya copy paste saja. Datanya pun berdasarkan tahun kemarin," tegas Isom.
Turut hadir dan sekaligus narasumber pada forum penyusunan LKKA ini adalah Kepala Kanwil Kementerian Agama Propinsi Sulawesi Selatan, Anwar Abu Bakar; Kepala Bagian Keuangan Ditjen Pendis, Aceng Abdul Azis beserta para jajarannya; Kepala Subbagian Pelaksanaan Anggaran dan Perbendaharaan, Rahmawati; dan Kepala Subbagian Akuntansi, Pelaporan Keuangan dan Barang Milik Negara, Ida Miladi. (@viva_tnu/dod)
Bagikan: