Majalengka (Pendis) - Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa (Barjas) sebagai pengganti Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 dikatakan Kabag Umum dan BMN Sekretariat Ditjen Pendidikan Islam, Ali Ghozi, lebih sederhana. Hal itu disampaikan pada saat memberikan sambutan pembukaan kegiatan Peningkatan Pengelolaan Barang dan Jasa Menuju Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (ZI-WBK) di Aula MAN 2 Majalengka Jawa Barat, Kamis (04/10).
Kegiatan yang dilaksanakan sehari ini diikuti oleh para pengelola barang dan jasa di madrasah (MTsN dan MAN) dari 3 (tiga) Kabupaten/Kota yaitu, Kota Majalengka, Kota Banjar, dan Sumedang. Hadir pada acara pembukaan Kasi Kurikulum Bidang Pendidikan Madrasah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, H. Endang Sungkawa; Kasi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama Kota Majalengka, H. Saepulloh; serta Kepala MAN 2 Majalengka, Hj. Aas Nurhidayah.
Lebih lanjut Ghozi menambahkan, kegiatan peningkatan kompetensi barjas ini dilatarbelakangi karena adanya rekomendasi hasil audit dari BPK maupun Itjen atas temuan pemeriksaan terkait pengadaan barang dan jasa. "Kegiatan ini berawal dari banyaknya catatan BPK dan hasil audit dari Itjen, ternyata banyak kelemahan di bidang pengadaan di Satker kita (madrasah). Jadi ini sebagai tindaklanjut dari hasil temuan audit dimaksud. Makanya yang diundang perwakilan dari madrasah," terangnya.
Kegiatan ini cukup setrategis, karena menurutnya, di samping bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan pengetahuan para pengelola barjas, juga akan meningkatkan proses pengadaan yang sesuai aturan dan etika pengadaan. "Ini setrategis karena di samping para pengelola kompetensinya meningkat, juga bisa memberikan nilai tambah terhadap proses pengadaan di kita," imbuhnya.
Jika ada anggaran yang mencukupi, kata Ali, kegiatan seperti ini idealnya dilaksanakan dalam bentuk diklat beberapa hari, sehingga materi yang diterima peserta lebih mendalam. "Memang idealnya adalah diklat, tetapi karena anggaran terbatas, maka yang bisa kami lakukan sementara hanya sebatas peningkatan kompetensi atau sosialisasi," ujarnya.
Sementara Kasubbag Rumah Tangga, H. Muslikin dalam laporannya menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi satker-satker adalah terbatasnya sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kualifikasi memadai dalam mengelola pengadaan barang dan jasa, dan tentunya yang telah memiliki sertifikat. "Kendala dominan di satker madrasah yaitu SDMnya atau pengelola barjas. Saya yakin tidak semua madrasah memiliki sertifikat pengadaan," pungkas Muslikin. (ozi/dod)
Bagikan: