Mataram (Pendis) - Dalam rangka ingin menyamakan persepsi serta menggali persoalan-persoalan terkait pengelolaan barang milik negara (BMN), Direktorat Jenderal Pendidikan Islam melalui Bagian Umum dan BMN menyelenggarakan Focused Group Discussion (FGD) Penguatan Pengelolaan Barang Milik Negara Pusat dan Satker pada Jum`at, 28 September 2018 di Aula Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kepala Bagian Umum dan BMN , Ali Ghozi, dalam sambutannya menegaskan bahwa pengelolaan aset negara yang baik menjadi salah satu penentu pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan RI. Perolehan opini WTP tentunya akan berdampak pada kenaikan tunjangan kinerja (tukin) pegawai. "Kegiatan FGD ini diharapkan ada komunikasi dan sinergi di antara para pengelola BMN. Ini menjadi starting point kita untuk meminimalisir selisih pencatatan antara Simak-BMN dan SAIBA di akhir tahun. Sehingga pada akhirnya memberikan kontribusi signifikan terhadap laporan keuangan (LK). Tentunya, jika LK kita bisa WTP, tukin kita juga bisa naik. Jadi, nasib pegawai se-Indonesia raya, salah satunya tergantung LK BMN," tegasnya pada Jum`at, (28/09) di Mataram.
FGD yang dilaksanakan sehari ini diikuti oleh operator Simak-BMN dari satker Pendis yang ada di lingkungan Kanwil Kemenag Provinsi NTB, baik dari madrasah (MTsN dan MAN) maupun Kantor Kemenag Kabupaten/Kota. Kegiatan yang juga dihadiri Kepala Kanwil Kemenag Provinsi NTB ini, bertujuan untuk menyamakan persepsi dan langkah secara integral terkait pengelolaan BMN serta ingin menggali persoalan-persoalan atas selisih pencatatan yang dihadapi lapangan.
Sengaja FGD ini diadakan di Kanwil Kemenag Provinsi NTB, karena menurut Ghozi, NTB masuk ke dalam 5 (lima) besar penyumbang tertinggi selisih pencatatan BMN dimaksud. "Selisih pencatatan kita selalu tinggi. Selisih pencatatan seIndonesia mencapai angka 1,2 triliun. Jika ini tidak diseriusi akan menumpuk-numpuk, dan berdampak pada opini wajar dengan pengecualian (WDP), bahkan bisa disclaimer," imbuhnya.
Sementara Fakhrurozi dalam laporannya, menyatakan bahwa banyaknya permasalahan, baik secara administratif maupun efisiensi dan efektifitas pemanfaatan BMN yang seringkali dialami sejumlah satker di antaranya SDM yang terbatas. Di samping itu, kurangnya komitmen pimpinan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian. "Permasalahan klasik terkait pengelolaan BMN di daerah biasanya, minimnya SDM; kurangnya perhatian pimpinan; dan tingkat pemahaman pengelola BMN masih rendah, sehingga tak jarang yang salah input akun. Ini yang terkadang menjadikan selisih pencatatan tidak sinkron antara Simak-BMN dan SAIBA". (ozi/dod)
Bagikan: