Bandung (Pendis) - Salah satu indikator bahwa birokrasi yang baik adalah tata persuratan yang mangkus dan sangkil. Oleh karena itu, wajib bagi pengelola tata persuratan yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Sub Bagian Tata Usaha (Subbag TU) mempunyai dan paham akan proses dan alur, Standar Operasional Prosedur (SOP) tata persuratan. "Segera buat herarki kewenangan dan prosedurnya; siapa yang bertanggungjawab untuk mengendalikan, mengontrol serta siapa yang mencatat-mendokumentasi ketika ada disposisi dari pimpinan," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi, di Bandung, Rabu lalu (23/08).
Dalam forum "Peningkatan Kompetensi dan Pengelolaan Tata Naskah Dinas dalam Pemenuhan Zona Integritas" tersebut, Sesditjen Pendis kembali mengungkapkan bahwa surat yang telah didisposisikan acap kali tidak terkontrol dan tidak ada pengendalian terhadap terhadap alur tata persuratan. "Saya sering menulis dalam surat `beri masukan ke saya` atau `diskusikan dengan saya`, namun ternyata jarang yang berkomunikasi dan memberikan input atas tindak lanjutnya," kata guru besar IAIN Ternate ini.
Yang perlu dibenahi, kata Isom, dan masih ada kaitannya dengan tata persuratan misalnya adalah problem kenaikan pangkat pegawai yang alurnya sangat panjang. "Berkas kenaikan pangkat dari IAIN Ambon misalnya, akan melalui Biro Umum, Biro Kepegawaian, Bagian Umum, Sub Bagian Tata Usaha Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) dan Sub Direktorat Ketenagaan Diktis. Begitu panjangnya rantai birokrasi ini, berkas rentan hilang. Kalaupun tidak hilang, butuh waktu yang mungkin bisa berbulan-bulan untuk diketemukan. "Segera persingkat alur tata persuratan!" kata Pembina Kepegawaian Direktorat Jenderal Pendidikan Islam ini.
Menyangkut terobosan yang telah dilakukan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yaitu tentang PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), Isom sangat mengapresiasi dan mendukukung. "Dengan adanya PTSP dengan sistem online, maka akan memangkas waktu, biaya serta mempermudah pelayanan kepada masyarakat. Debirokratisasi adalah mempermudah yang sulit dan jangan sebaliknya. Dan yang lebih penting lagi adalah mentalitas para Aparatur Sipil Negara (ASN) juga harus berubah," kata mantan Kepala Sub Direktorat Ketenagaan ini.
Kembali ke permasalahan tata persuratan, lanjut Isom, semuanya harus terdokumentasi dengan baik tidak hanya surat saja namun laporan yang telah diselesaikan juga harus diarsipkan dengan aman. "Pada era digital ini, sudah saatnya dokumentasi dilakukan dengan digital, virtual dan paperless. Ketika suatu saat dibutuhkan ketika ada pemeriksaan misalnya, maka akan akan mudah melacaknya. Dengan begitu, kinerja para ASN bisa lebih profesional, transparan dan akuntabel," pungkas Isom Yusqi. (@viva_tnu/dod)
Bagikan: