Jakarta (Pendis) - Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis), Kamarudin Amin menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah proses pembentukan karakter. Dalam prosesnya, guru harus bekerja keras menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, agar akses ilmu pengetahuan peserta didik berkembang.
Selain itu, Dirjen Pendis menjelaskan bahwa guru juga harus secara terus menerus menumbuhkan budaya berfikir kritis terhadap siswa. "Guru harus mengajarkan sesuatu yang membuat peserta didiknya berfikir kritis atas setiap permasalahan yang ada," kata Doktor di Rheinische Friedrich Wilhelms Universitat Bonn-Jerman, Rabu (14/12/16) kemarin.
Lebih lanjut, guru harus terus mengasah potensi diri peserta didik, sebab setiap peserta didik atau siswa mempunyai tingkat kecakapan yang berbeda-beda yang harus dibina agar bisa mengaktualisasikan diri.
Sedangkan dalam proses pembelajarannya, guru semestinya menciptakan suasana kelas yang kondusif, menciptakan adanya sikap egaliter di antara guru dan murid. "Selain itu pola komunikasi dan interaksi guru dan murid harus produktif. Guru harus mencintai muridnya, caranya guru harus mencintai muridnya, sehingga guru mendapatkan respek dari muridnya, repek itu adalah bayaran rasa cinta guru sama muridnya," ujar Dirjen.
Terkait kurikulum, sejatinya ini harus menjadi perhatian serius, sebab kurkulum merupakan elemen yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter. Pasalnya, pendidikan agama mempunyai tanggung jawab agar bisa menjadi wasilah dalam mentransformasi kepribadian, perilaku, sikap dan karakter anak-anak madrasah. "Lembaga pendidikan mempunyai tugas utama, tugas unversal untuk mencetak generasi yang cerdas," tukas Kamarudin.
Selain itu, lanjutnya lagi, ada tugas yang hanya dimiliki oleh Pendis dan tidak dimiliki lembaga pendidikan lainnya, ialah tugas mentransformasi pengetahuan agama menjadi perilaku keagamaan. "Contohnya adalah bagaimana orang yang shalat tidak dipahami hanya sebagai ritual, tapi fungsi shalat dalam keseharian kita," pungkasnya. (sholla/dod)
Bagikan: