Islam Indonesia, Eko-Teologi, dan Kiblat Baru Peradaban Dunia

Minggu, 4 Mei 2025 20:00 WIB
Pendis

Oleh: H. Wahyu Iryana

Di tengah krisis iklim global dan kegelisahan spiritual umat manusia, Islam Indonesia memunculkan harapan baru. Gagasan Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nazaruddin Umar, MA, tentang pentingnya eko-teologi dan penguatan Islam Indonesia sebagai kiblat peradaban dunia menjadi napas segar dalam wacana keislaman kontemporer.

Bukan sekadar konsep abstrak, eko-teologi menawarkan paradigma baru tentang hubungan manusia, Tuhan, dan alam. Ia mengajak umat Islam untuk memaknai ulang ajaran agama dalam konteks ekologis, seraya menghidupkan kembali nilai-nilai Qur’ani yang selama ini tersembunyi di balik tafsir-tafsir formalistik.

Merevitalisasi Spiritualitas Hijau

Dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah mengajak manusia bertafakur atas ciptaan-Nya. Gunung, sungai, hewan, tumbuhan, bahkan angin dan hujan disebutkan sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya (ayat-ayat kauniyah). Namun sayang, relasi spiritual antara manusia dan alam telah lama tercerabut akibat ekspansi kapitalisme, urbanisasi rakus, dan konsumsi tak terkendali.

Prof. Nasaruddin Umar dengan sangat tepat menyentil pentingnya membumikan kembali eco-spirituality sebagai bagian integral dari keislaman. Dalam narasi beliau, Islam tidak hanya mengatur hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk.

Masjid tidak lagi sekadar tempat ibadah ritual, tetapi menjadi pusat konservasi lingkungan, tempat masyarakat belajar menanam pohon, memilah sampah, dan merawat bumi sebagai amanah ilahiyah. Ini bukan hanya retorika dakwah, tapi proyek besar peradaban.

Menghidupkan Warisan Kearifan Lokal

Islam Indonesia memiliki sejarah panjang dalam merawat alam. Di berbagai daerah, kita temukan kearifan lokal yang bersenyawa dengan nilai-nilai Islam. Di Minangkabau, dikenal pepatah “alam takambang jadi guru”. Di Jawa, tradisi nyadran dan selametan sering digelar untuk menjaga harmoni alam dan manusia. Di Bugis-Makassar, konsep pappaseng mengajarkan etika kelestarian lingkungan sebagai bagian dari iman.

Ulama-ulama Nusantara dari masa lalu juga telah menyentuh dimensi ini. Kitab Tafsir al-Iklil karya KH. Nawawi al-Bantani menyinggung soal pentingnya bersikap adil terhadap alam. KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari memulai dakwah dari masjid dan sekolah yang bersih, asri, dan ramah lingkungan.

Sayangnya, narasi-narasi lokal ini terpinggirkan oleh tafsir keislaman impor yang terlalu kaku, legalistik, dan tidak kontekstual. Padahal, Islam Indonesia memiliki kekayaan epistemik dan spiritual yang bisa ditawarkan ke dunia sebagai model Islam yang ramah bumi dan manusia.

Islam Indonesia: Jalan Tengah Peradaban

Konsep Islam Indonesia yang digaungkan Prof. Nazaruddin Umar merupakan upaya menguatkan posisi Islam di Nusantara sebagai jalan tengah antara konservatisme dan liberalisme, antara modernisme dan tradisionalisme, antara Timur dan Barat.

Islam Indonesia adalah Islam yang tidak minder menjadi minoritas di dunia global, juga tidak arogan merasa paling benar. Ia tumbuh dari tanah pluralitas, menyerap semangat toleransi, dan berakar kuat pada tradisi.

Lebih dari itu, Islam Indonesia kini mendapat momentum baru sebagai pusat peradaban Islam dunia. Ketika Timur Tengah diguncang konflik tak berkesudahan, ketika umat Islam di Barat menghadapi islamofobia struktural, Indonesia justru tampil stabil, demokratis, dan damai.

Dengan populasi Muslim terbesar, sistem pendidikan Islam yang kuat (dari pesantren hingga perguruan tinggi), serta organisasi Islam moderat seperti NU dan Muhammadiyah, Indonesia layak menjadi hub baru dunia Islam bukan dalam hal kekuasaan politik, melainkan dalam keteladanan etis, spiritualitas ekologis, dan budaya damai.

Peradaban Dunia

Krisis iklim bukan sekadar isu lingkungan. Ia adalah soal keadilan, etika, dan peradaban. Umat Islam tidak bisa lagi menutup mata. Setiap bencana ekologis adalah jeritan bumi yang teraniaya oleh kerakusan manusia.

Eko-teologi hadir bukan sebagai tambahan tema dakwah, tetapi sebagai inti dari akidah ekologis Islam. Bahwa bumi ini bukan warisan nenek moyang, melainkan titipan anak cucu. Bahwa kita adalah khalifah yang tidak hanya mengatur, tetapi juga menjaga.

Di sinilah letak pentingnya eko-teologi dalam konteks Islam Indonesia. Ia tidak hadir dari langit, tapi tumbuh dari realitas: hutan yang terbakar, laut yang tercemar, udara yang penuh polusi, dan masyarakat miskin yang paling terdampak perubahan iklim.

Islam hijau bukanlah mimpi utopis. Ia sedang kita bangun pelan-pelan, dari pesantren yang mengajarkan tanam pohon, kampus yang mengelola limbah, hingga komunitas masjid yang menghidupkan urban farming. Semua ini adalah bentuk jihad ekologis yang berakar pada nilai-nilai Al-Qur’an.

Tugas Kolektif Kita

Gagasan besar ini tentu perlu dukungan bersama. Kementerian Agama tidak bisa berjalan sendiri.

 Diperlukan partisipasi aktif dari berbagai elemen bangsa. Pertama, perguruan tinggi Islam perlu melahirkan karya akademik dan riset-riset serius tentang eko-teologi dan Islam Nusantara, yang tidak hanya berhenti di jurnal ilmiah, tapi diterjemahkan dalam kebijakan publik dan kampanye sosial.

Kedua, media Islam harus mengambil peran sentral dalam menyebarluaskan narasi ini kepada publik luas, terutama generasi muda yang kini lebih banyak mengonsumsi informasi melalui media digital.

Ketiga, ulama dan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memiliki posisi strategis dalam menjadikan tema ini sebagai bagian dari agenda dakwah, khutbah Jumat, pengajian, hingga kurikulum pesantren.

Keempat, pemerintah daerah bisa mendorong kebijakan masjid hijau, sekolah ramah lingkungan, hingga taman-taman spiritual berbasis ekologi, yang menjadikan ruang publik sebagai ruang dzikir dan tafakur atas ciptaan-Nya.

Jika seluruh kekuatan ini bersinergi, Indonesia bukan hanya menjadi pelopor narasi Islam hijau, tetapi juga menjadi pusat gravitasi baru peradaban Islam global. Sebuah peradaban yang tidak berorientasi pada dominasi, tetapi kontribusi.

Indonesia dan Peradaban Hijau

Abad ke-21 menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi umat Islam. Krisis iklim, ketimpangan sosial, dan kemunduran moral adalah panggilan sejarah bagi Islam untuk tidak hanya menjadi agama ritual, tetapi agama peradaban.

Islam tidak cukup hanya bicara halal dan haram, tetapi juga harus hadir dalam isu keadilan iklim, pengelolaan sumber daya alam, hak atas air bersih, perlindungan satwa, dan regenerasi lahan.

Gagasan Prof. KH. Nasaruddin Umar tentang eko-teologi dan Islam Indonesia sebagai kiblat peradaban dunia adalah arah baru yang mengembalikan ruh Islam sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).

Dua konsep ini eko-teologi dan Islam Indonesia bukan dua narasi terpisah. Ia adalah dua sayap dari satu burung: Islam yang spiritual dan ekologis, Islam yang ramah bumi dan ramah manusia.

Ketika dua sayap ini mengepak bersama, Islam Indonesia akan mampu terbang tinggi, membawa cahaya di tengah dunia yang gelap oleh krisis, membawa kedamaian di tengah dunia yang bising oleh pertikaian.

Islam Indonesia akan dikenal dunia bukan karena kekuasaan, tetapi karena kearifan. Bukan karena kekayaan, tetapi karena kematangan spiritual dan kepedulian ekologis.

Kini saatnya kita bergerak. Menjadikan bumi ini sebagai madrasah iman, menjadikan Islam sebagai cahaya harapan bagi umat manusia dan seluruh makhluk yang hidup.

Penulis Sejarawan UIN Raden Intan Lampung


Tags:

Ekoteologi

Bagikan:







Pendis
EMIS

GERBANG DATA PENDIDIKAN KEMENTERIAN AGAMA

Pendis
PPG Daljab Kemenag

Pendidikan Profesi Guru Dalam Jabatan Kemenag RI

Pendis
UM-PTKIN 2025

Penerimaan Mahasiswa Baru PTKIN 2025

Pendis
SISFODEMA

Sistem Informasi Dosen dan Mahasiswa

Pendis
SILABA

Sistem Layanan Bantuan Pendidikan Agama Islam

Pendis
SIAGA

Sistem Informasi dan Administrasi Guru Agama

Pendis
SIKAP

Sistem Administrasi Keagamaan dan Pesantren

Pendis
BEASISWA

Sistem Beasiswa Santri Berprestasi

Pendis
SIMBA

Sistem Informasi Manajemen Bantuan Pesantren

Pendis
SILADIKTIS

Sistem Informasi Layanan Pendidikan Tinggi

Pendis
SIPPRO

Sistem Informasi Pengajuan Program Studi Baru

Pendis
PENYERTAAN IJAZAH

Layanan Penyetaraan Ijazah Luar Negeri

Pendis
SIMSARPRAS

Sistem Informasi Sarana Prasarana Madrasah

Pendis
RDM

Rapor Digital Madrasah

Pendis
SIMPRO

Sistem Monitoring Perkembangan Proyek

Pendis
CENDIKIA

Koleksi Elektronik Buku Pendidikan Agama

Pendis
KIP KULIAH

Program beasiswa yang diberikan oleh Kementerian Agama

Pendis
SERDOS

Sistem Sertifikasi Dosen Pendidikan Agama

Pendis
PAKPTK

Layanan Aplikasi Penilaian Angka Kredit PTKI

Pendis
SIMSARPAS PTKI

Sistem Informasi Manajemen Sarana Prasarana PTKI

Pendis
LITAPDIMAS

Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Pendis
BEASISWA TIMTENG

Layanan Beasiswa Timur Tengah

Pendis
SITREN

Sistem Layanan Tanda Daftar Keberadaan Pesantren

Pendis
IJOP PDMA

Selamat datang di layanan Ijin Operasional PDMA

Pendis
SIPDAR LPQ

Tanda Daftar Lembaga Pendidikan Al-Quran

Pendis
PBSB

Program Beasiswa Santri Berprestasi

Pendis
SIMORA

Sistem Informasi dan Manajemen PBSB

Pendis
KEMANDIRIAN PESANTREN

Sistem Informasi Kemandirian Pesantren

Pendis
SPACE

Sistem Pembelajaran Agama Cara Elektronik

Pendis
PDUM

Pangkalan Data Ujian Madrasah

Pendis
AKMI

Aplikasi Pendataan Asesmen Kompetensi Madrasah

Pendis
PORTAL AKM

Portal Asesmen Kompetensi Madrasah

Pendis
APP MADRASAH

Sistem Kelembagaan dan Kerjasama Madrasah

Pendis
ERKAM

Sistem Perencanaan dan Penganggaran

Pendis
BOS KEMENAG

Bantuan Operasional Sekolah Kemenag

Pendis
IJOP SAH

Izin Operasional Pendirian Madrasah

Pendis
Selamat Datang di Portal PPID Kementerian Agama

Ini adalah website resmi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Agama Republik Indonesia.

Pendis
SIMPATIKA

Portal Layanan SIMPATIKA KEMENAG

Pendis
KKGTK

Kelompok Kerja Guru Tenaga Kependidikan

Pendis
AKGTK

Asesmen Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan