Tangerang Selatan (Kemenag) — Kementerian Agama tengah menuntaskan Rancangan Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Pedoman Penyelenggaraan Unit Layanan Disabilitas (ULD) pada satuan pendidikan. Pedoman ini akan menjadi regulasi penting yang mengatur pembentukan dan operasional ULD di seluruh jenjang pendidikan di bawah Kemenag, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi keagamaan.
Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Kemenag untuk memastikan kesetaraan akses pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Penyusunan KMA ini melibatkan para ahli dan pemangku kepentingan lintas unit kerja: Direktorat PTKI, Dit. Pontren, KSKK Madrasah, Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri (HKLN), OKH Ditjen Pendis, para pengawas, akademisi, widyaiswara dari Pusbangkom, FPMI, hingga mitra pembangunan seperti INOVASI pada 16-17 Juni 2025.
Plh. Direktur KSKK Madrasah, Abdul Basit, menegaskan bahwa regulasi ini bersifat mengikat dan implementatif. Ia mengingatkan agar pedoman disusun dengan mempertimbangkan konteks dan tantangan internal madrasah.
“Pedoman ini jangan sampai terlalu longgar hingga tidak memberi arah, atau sebaliknya, terlalu kaku hingga menyulitkan pendirian ULD. KMA ini harus menjadi rambu yang realistis, kontekstual, dan menggerakkan,” tegas Basit dalam arahannya.
Basit juga menyambut baik inisiatif yang dipimpin oleh Subdit Pendidikan Vokasi dan Inklusi. Menurutnya, ini merupakan terobosan penting untuk menutup kekosongan regulasi pasca terbitnya PMA No. 1 Tahun 2024 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas.
Sementara itu, Anis Masykhur, Kasubdit Pendidikan Vokasi dan Inklusi, menekankan bahwa kehadiran pedoman ini merupakan bentuk nyata keberpihakan negara terhadap peserta didik penyandang disabilitas.
“Ini bukan hanya bentuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dan PP No. 13 Tahun 2020, tapi juga wujud nyata bahwa pendidikan di Indonesia harus inklusif, adil, dan manusiawi,” kata Anis.
Penyusunan KMA tentang ULD ini merupakan tindak lanjut dari rangkaian Focus Group Discussion (FGD) dan diskusi daring yang sebelumnya telah dilakukan. Tujuannya jelas: mempercepat peningkatan mutu dan jangkauan layanan pendidikan inklusif di lingkungan Kementerian Agama.
Data terkini menunjukkan bahwa jumlah peserta didik penyandang disabilitas di madrasah telah mencapai hampir 50.000 siswa. Maka, keberadaan ULD bukan hanya krusial sebagai sarana layanan, tapi juga sebagai simbol keberadaban dan keadilan sosial dalam pendidikan.
Lebih dari sekadar melayani, ULD akan memperkuat kapasitas seluruh ekosistem pendidikan: dari guru, tenaga kependidikan, hingga manajemen satuan pendidikan, agar mampu menciptakan ruang belajar yang ramah, aman, dan bermartabat bagi semua.
“Dengan ULD, kita memastikan bahwa setiap anak—apapun latar belakang dan kebutuhannya—berhak belajar, tumbuh, dan berprestasi dengan martabat yang setara,” pungkas Anis.
Kemenag berharap, KMA ini bisa segera diundangkan dan diterapkan sebagai acuan bagi seluruh satuan pendidikan, sehingga tidak ada lagi anak bangsa yang tertinggal karena hambatan akses atau layanan pendidikan yang tidak inklusif.
[HSN/N15]
Bagikan: