Jakarta (Pendis) ---Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah bekerja sama dengan Pemerintah Australia (DFAT) melalui Program INOVASI mengadakan workshop “ Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI), pada hari Rabu, 24 Februari 2021 secara virtual melalui via Zoom Meeting.
Workshop tersebut dihadiri langsung secara virtual oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Direktur GTK Madrasah, Kirsten Bishop sebagai perwakilan Kedutaan Besar Austalia di Indonesia dan perwakilan tenaga kependidikan dari 34 provinsi di Indonesia. Dalam workshop ini juga dihadiri oleh Ibu Ruhaini Ruhayatin,MA dari Kantor Staf Kepresidenan dan Ibu Badriyah Fayumi, LC, MA dari KUPI sebagai narasumber dalam workshop.
Direktur GTK Madrasah menyampaikan bahwa workshop GEDSI ini penting, hal ini dikarenakan trend positif kepercayaan masyarakat kepada madrasah, hal ini belum selaras dengan hasil riset yang menyatakan bahwa masih ada kasus pelecehan ataupun diskriminasi terhadap anak perempuan dan kasus bullying dalam proses pembelajaran.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam menyampaikan bahwa semua pihak harus bersama mendukung terwujudnya perempuan sebagai agent of changes.
“Perempuan dan laki- laki memiliki peran yang adil dan setara didalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan didalam memperjuangkan kesejahteraan sosial, ekonomi, politik, hukum, serta mendapatkan akses dan kesempatan yang sama didalam mendapatkan sumber daya pembangunan termasuk akses terhadap informasi, teknologi, serta perlakuan adil dimuka hukum” jelas Dirjen Pendidikan Islam dalam sambutannya di workshop GEDSI.
Dalam forum tersebut Ruhaini Ruhayatin sebagai narasumber menyampaikan bahwa gender dan disabilitas merupakan dua kategori sosial yang masih memerlukan intervensi strategis dan terencana dari negara.
“Kesenjangan tersebut disebabkan oleh cara pandang kita tentang gender terutama perempuan terhadap laki-laki dan atau penyandang disabilitas terhadap kenormalan yang sekali dibedakan, sehingga menyebabkan kerentanan baik fisik ataupun kejiwaan.”, lanjut Ruhayatin dalam pemaparannya.
Lebih lanjut, dalam workshop ini Badriyah Fayumi, menyampaikan bahwa moderasi beragama merupakan salah satu faktor yang mendorong terwujudnya sekolah inklusif dan masyarakat inklusif. (Roji/My)
Bagikan: