Bogor (Pendis) - Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) menyelenggarakan Workshop Pemetaan Kurikulum Pondok Pesantren Salafiyah dalam rangka menyerap masukan dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam membangun daya saing pesantren yang semakin baik. Acara digelar selama tiga hari di Bogor, 19-21 September 2022.
"Kegiatan ini dimaksudkan sebagai ikhtiar untuk menjaga kualitas dan mutu pendidikan di Pondok Pesantren, terutama pada Pesantren Salafiyah. Karena bagaimanapun kurikulum pesantren akan berkaitan erat dengan standar atau kriteria lulusan Pondok Pesantren Salafiyah yang nantinya ditetapkan oleh Majelis Masyayikh sebagai komisi independen," ujar Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur saat membuka acara di Bogor, Senin (19/9).
Standar lulusan Pondok Pesantren Salafiyah merupakan salah satu perangkat dalam sistem penjaminan mutu Pendidikan Pesantren yang dibangun oleh Majelis Masyayikh sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren, yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama nomor 31 tahun 2020 sebagai turunan dari Undang-Undang tersebut.
Dikatakan Waryono, pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki tujuan untuk membentuk santri yang unggul dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan mampu menghadapi perkembangan zaman. Dengan mengacu pada standar lulusan yang ditetapkan, nantinya Pesantren Salafiyah sebagai lembaga pendidikan dapat menerbitkan syahadah atau ijazah sebagai tanda kelulusan bagi santri.
Lulusan pesantren Salafiyah juga akan diakui sama dengan lulusan pendidikan formal berdasarkan jenjangnya, setelah dinyatakan lulus ujian kompetensi yang dilaksanakan secara mandiri.
“Memang bagian penting dalam pendidikan adalah bagaimana peserta didik dapat menggunakan olah Jiwa, olah pikir, olah rasa, yang nanti akan menjadikannya sebagai manusia yang matang. Nilai plusnya adalah peserta didik juga mendapatkan ijazah,” terang Waryono.
Dalam kesempatan yang sama Kepala Subdirektorat Pendidikan Pesantren Basnang Said mengatakan bahwa saat ini banyak pondok pesantren yang telah menerapkan sistem pendidikan terpadu dengan mengembangkan satuan pendidikan formal baik yang ada dibawah naungan Kemendikbud maupun satuan pendidikan formal dibawah naungan Kemenag. Dengan demikian santri yang belajar di satuan-satuan tersebut telah terdaftar di Negara karena memiliki nomor induk siswa. "Sementara santri yang berada di Pesantren Salafiyah ini tidak terhitung dalam siswa yang terdaftar. Artinya santri dari Pesantren Salafiyah belum mendapat pengakuan dari Negara, padahal secara keseluruhan sama-sama mengenyam pendidikan yang diakui Negara dan otomatis seharusnya mendapat fasilitas dari negara juga. Sehingga kiranya ini perlu didiskusikan dalam forum ini," tutur Basnang Said.
Basnang Said menyampaikan, giat yang digelar secara hybrid tersebut melibatkan banyak pihak baik dari berbagai kalangan baik unsur pimpinan pondok pesantren, unsur Kanwil Kemenag Provinsi dan Kabupaten/Kota, maupun unsur Kementerian Agama RI. Selain itu, Workshop menghadirkan beberapa narasumber pakar seperti dari Pusat Data dan Informasi Kemendikbud Ristek RI, Pusat Assesmen Kemendikbud Ristek RI, serta dari unsur Pimpinan Majelis Masyayikh.
"Dalam workshop ini juga kita akan melakukan konsolidasi data, para peserta membawa data dari jumlah Pesantren Salafiyah yang ada di setiap daerah. Selanjutnya, kita mendiskusikan bagaimana caranya santri di Pesantren Salafiyah agar bisa terdaftar menjadi peserta didik Nasional dan mendapatkan semacam Nomor Induk Siswa Nasional, sehingga akhirnya bisa mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara."
“Harapannya di tahun yang akan datang kita bisa melaksanakan ujian untuk santri di Pesantren Salafiyah," ungkap Basnang Said.
Bagikan: