Cirebon (Pendis) -- Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Sumanta, menegaskan kesiapan institusinya jika dipercaya mengemban amanah sebagai kampus menerima Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB), salah satu program unggulan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Dit PD. Pontren), Kemenag RI. Pernyataan tersebut ia kemukakan saat menerima kunjungan Direktur PD Pontren, Waryono, di ruang Rektor, Jumat (02/10), untuk menyamakan persepsi terkait rencana penunjukan IAIN sebagai perguruan tinggi penerima PBSB Tahun 2021 dan penguatan Ma’had al-Jami’ah al-Takmiliyah.
Dalam pertemuan tersebut, Sumanta mengungkapkan IAIN telah lama berkiprah sebagai kampus negeri yang sebagian besar mahasiswanya merupakan alumnus pondok pesantren dari berbagai daerah. Bahkan kultur IAIN sendiri, menurutnya, tak dapat dilepaskan dari tiga pesantren besar yang berada di Kabupaten Cirebon, yaitu Buntet Pesantren, Babakan Ciwaringin dan Pondok Pesantren Gedongan.
“Kami telah lama menerima para santri dari berbagai daerah. Rata-rata justru dari kalangan pesantren yang mengukir prestasi bagi nama baik institusi kami yang saat ini fokus mempersiapkan konversi menjadi UIN”, terangnya.
Sumanta menambahkan, penguatan pendidikan keagamaan di IAIN ditunjang dengan hadirnya Ma’had al-Jami’ah IAIN yang mengadopsi sistem pendidikan di pesantren seperti tahsin al-qira’ah, pembelajaran kitab kuning, dan sebagainya. Sehingga, para mahasiswa yang tinggal di sana merasakan betul nuansa kehidupan ala pesantren.
“Ini penting karena kami meyakini transformasi IAIN menuju UIN tak ada artinya jika meninggalkan khittah sebagai perguruan tinggi keagamaan Islam yang juga memiliki orientasi tafaqquh fiddin”, pungkasnya.
Direktur PD Pontren, Waryono, mengungkap PBSB dinilai berbagai kalangan sebagai program yang berhasil karena menghasilkan alumnus yang berkiprah luas di masyarakat. Bahkan tak sedikit di antaranya aktif di dunia tulis-menulis, akademik hingga berkecimpung di pondok pesantren.
“Ketika anggaran PBSB sempat mengalami penurunan, kami terus berkomunikasi bersama stakeholder agar program beasiswa tersebut tetap dipertahankan, bahkan anggarannya diharapkan akan naik pada tahun berikutnya. Tentu kami akan melakukan kajian dan evaluasi lebih jauh untuk memetakan kembali kebutuhan jurusan yang hendak kami anggarkan agar penyelenggaraan kajian tafaqquh fiddin seluruh fann keilmuan Islam terdistribusi secara merata dan manfaatnya kembali untuk kemajuan pondok pesantren”, ungkapnya.
Saat ditanya perihal rencana pengembangan Ma’had al-Jami’ah al-Takmiliyah yang menjadi basis penyelenggaraan pendidikan keagamaan Islam nonformal di perguruan tinggi, Waryono tak menampik hal ini dapat disinergikan dengan Ma’had al-Jami’ah IAIN. Namun ia mengungkapkan, regulasi terkait hal tersebut belum diatur secara lebih jauh.
“Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 telah menyinggung pentingnya merumuskan desain pembelajaran dan kurikulum yang memadai bagi Ma’had al-Jami’ah al-Takmiliyah yang mensuplai pengajaran agama bagi mahasiswa di perguruan tinggi, terutama bagi yang belum pernah mengenyam pendidikan pesantren. Nah, dalam konteks ini yang mungkin perlu segera kami rumuskan agar ke depan penyelenggaraan Ma’had al-Jami’ah al-Takmiliyah memiliki payung hukum yang jelas”, ujar Waryono.
Pertemuan tersebut turut dihadiri Wakil Rektor III Bidang Mahasiswa dan Kerjasama, Ilman Nafi’a, Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD), Anwar Sanusi, dan tokoh agama setempat. Ke depan, pertemuan demikian perlu dilakukan secara kontinu untuk menumbuhkan sinergi antar institusi dan kelembagaan guna mengawal program-program pemerintah.
(Humas IAIN SN/Shofi/My)
Bagikan: