Serpong (Pendis) - Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ahmad Zayadi, mendorong agar dapat mengembangkan direktorat yang dipimpinnya menjadi Direktorat Jenderal Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. Hal itu terungkap ketika memberikan pengantar dalam kegiatan "International Seminar on Pesantren Studies" di ICE BSD Serpong Tangerang Banten yang diselenggarakan pada 20 s/d 22 November 2017.
"Seminar ini di samping kita melakukan identifikasi atas sejumlah pemetaan dinamika dan pergerakan pondok pesantren baik di dunia global maupun nasional, termasuk tantangan yang dihadapi pesantren, juga dapat melahirkan identifikasi cara untuk mempermudah pengembangan direktorat ini menjadi Direktorat Jenderal," papar Zayadi. Atas dasar itu, lanjut Zayadi, kegiatan ini diharapkan dapat melahirkan landasan filosofis, sosiologis, dan regulasi yang diharapkan dapat menjadi basis pengembangan direktorat.
Diakui Zayadi, jumlah layanan di lingkungan direktorat yang dipimpinnya itu melebihi (overloaded) dari kapasitas yang dimilikinya. "Tidak kurang dari 29 ribu pondok pesantren. Belum lagi madrasah diniyah takmiliyah, pendidikan Alquran dan pendidikan kesetaraan yang jumlah secara total lebih dari 20-an ribu lembaga. Bahkan, kini kami memiliki nomenklatur layanan baru yakni pendidikan diniyah formal dan satuan pendidikan muadalah yang sesungguhnya memiliki pengelolaan yang sama halnya dengan madrasah formal. Di samping itu, telah lahir Ma`had Aly untuk strata satu (S1) dan strata dua (S2) yang beban software-nya sama halnya dengan Direktorat Diktis. Atas dasar itu, kami mendorong untuk menjadi Direktorat Jenderal," papar Zayadi.
Acara "International Seminar on Pesantren Studies" ini merupakan salah satu mata acara dalam event International Islamic Education Expo (IIEE) Kementerian Agama RI Tahun 2017. Seminar ini dihadiri oleh sejumlah narasumber baik dari dalam maupun dari luar negeri, seperti Syeikh Dr. Thariq Ghannam dari Global University Lebanon, Syekh Dr. Salim Alwan, Mufti Darul Fatwa Australia, Syaikh Prof. Dr. Muhammad Hasan Hitou, Direktur Pusat Studi Ilmu Keislaman Internasional kelahiran Syria, KH. Masdar Farid Masudi dari PBNU, Dr. H. Anwar Abbas, MM dari PP Muhammadiyah, Amich alhumami, MA, M.Ed, PhD dari Bappenas, dan Dr. Noor Achmad, MA dari komisi VIII DPR RI. (Swd/dod)
Bagikan: