Jakarta (Pendis) - Mulai hari Senin (26/02) Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren) melaksanakan Rapat Koordinasi Tahap I dengan melibatkan para pimpinan di lingkungan Direktorat PD-Pontren (pejabat eselon III dan IV) serta para Kepala Bidang PD-Pontren dan Kepala Bidang PAKIS pada Kanwil Kemenag Propinsi se-Indonesia di Hotel Millennium Jakarta.
Dalam sambutannya, Direktur PD-Pontren, Dr. Ahmad Zayadi menekankan tiga hal kepada para peserta, yaitu mainstreaming Islamic moderation, revitalisasi kajian kitab kuning, dan standarisasi layanan pendidikan. Menurutnya, tiga hal ini adalah amanat dari Menteri Agama.
"Dalam beberapa kesempatan, Bapak Menteri Agama berpesan kepada kita tentang tiga hal, yaitu mainstreaming Islamic moderation, revitalisasi kajian kitab kuning, dan standarisasi layanan pendidikan yang harus diterapkan di pondok pesantren," tegasnya.
Lebih lanjut Zayadi menjelaskan perlunya menggunakan istilah mainstreaming Islamic moderation sebagai wujud Islam Indonesia. Islam rahmatan lil alamin yang bisa menjadi penengah dari berbagai madzhab dan perselisihan kiri atau kanan, keras atau lembek. Dalam hal ini, pondok pesantren harus memainkan peranannya sebagai lembaga moderat sehingga bisa diterima di berbagai lapisan masyarakat.
Mengenai revitalisasi kajian kitab kuning, maka harus selalu muncul sebagai ruh dan ciri khas bagi pondok pesantren. "Selama ini mindset masyarakat sudah berubah. Pesantren tidak identik dengan kitab kuning. Misal Pesantren dengan fokus Pendidikan al-Quran banyak mengambil domain pendidikan anak-anak, terutama dengan menghafal. Kendati demikian, tetap harus memperhatikan revitalisasi kajian kitab kuningnya, jangan hanya al-Qur`annya saja," papar Zayadi.
Ketiga, standarisasi layanan pendidikan. Yang distandarkan bukan pesantrennya, tetapi layanan pendidikannya. Dampak dari posisi pendidikan diniyah dan pesantren perlu diperhatikan sehingga setiap pesantren memiliki standar, terlebih standar akademiknya.
Mengenai standarisasi ini, Zayadi menyampaikan hasil temuan Bank Indonesia (BI), "suatu waktu BI melakukan survey tentang standar sarana di pesantren yang dikelola masyarakat. Hasilnya, kualitas sarana yang ada beragam sesuai kemampuan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah melalui Kementerian Agama harus hadir di tengah-tengah masyarakat. Memberi bantuan dan menetapkan standar minimumnya."
Rencananya, standar tafaqquh fiddin di pondok pesantren akan lahir melalui Peraturan Menteri Agama sehingga bisa menjadi pedoman bersama. Standarisasi ini tetap diperlukan kendati masyarakat sudah membuat standar sendiri-sendiri di setiap jenjang. Tetapi titik tekannya karena pondok pesantren juga sebagai lembaga pendidikan sehingga dibutuhkan standar akademik di setiap lembaga pendidikan pondok pesantrennya.
Di penghujung sambutannya, Direktur PD-Pontren memberi atensi serius tentang kegiatan pondok pesantren, semisal Imtihan Wathani (ujian akhir) Pendidikan Diniyah Formal (PDF) berstandar nasional.
"Apabila mengacu pada PMA Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, maka PDF membutuhkan syarat akreditasi. Tetapi karena mereka mempunyai hak untuk melaksanakan pendidikan, maka ujian akhir ini tetap harus dilaksanakan karena sudah memenuhi standar pelayanan minimal. Dengan standar minimal ini sudah bisa menjadi civil effect, baik d masyarakat maupun di lembaga pendidikan di atasnya semisal perguruan tinggi dan Ma`had Aly," ujar mantan Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Ma`had Aly ini.
Rapat Koordinasi ini akan berlangsung selama tiga hari. Dimulai dengan sambutan Direktur PD-Pontren pada hari Senin tanggal 26 Februari. Berdasarkan agenda, rencananya Rakor ini akan berlanjut hingga hari Rabu (28/02) mendatang. (rfq/dod)
Bagikan: