Jakarta (Pendis) - Rangkaian hari santri 2019 berlanjut dengan kegiatan Muktaman Pemikiran Santri Nusantara yang membahas Santri Mendunia: Tradisi, Eksistensi dan Perdamaian Dunia, Minggu (29/9/2019).
Bahasan Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia bertujuan untuk memperkokoh posisi Indonesia sebagai negara muslim moderat terbesar di dunia yang berkontribusi positif bagi perdamaian dunia. Serta menghapus stigma pendidikan Islam sebagai sumber pemahaman esktrimisme dan radikalisme, demikian disampaikan Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin usai pembukaan Muktamar kemarin malam,Sabtu (28/9).
Melalui pemikiran-pemikiran yang nantinya dirumuskan, santri didorong untuk lebih berkiprah di kancah internasional dan berkontribusi mewujudkan perdamaian dunia. Disinggung juga peran santri dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menciptakan perdamaian dunia. Indonesia dengan segala keberagamannya menjadi model moderasi Islam sehingga perdamaian yang hakiki terwujud di belahan dunia manapun, ujar Kamaruddin.
"Indonesia yang selalu menjaga netralitas dan tidak berpihak, dan posisi sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020, sehingga sering kali diminta sebagai mediator untuk terlibat dalam perdamaian dunia. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tokoh ulama yang memiliki jaringan luas, dan jaringan santri sangat luas, termasuk hingga di luar negeri. Selain itu dapat juga melihat kebaikan dan hal-hal positif dari santri sebagai wajah islam yang rahmatan lil alamin. Indonesia mewakili citra Islam moderat, santri menjadi agen perdamaian dunia. Jaringan santri dan kiprah santri merupakan aset negara menjalankan amanat negara, menciptakan perdamaian dunia," hal ini disampaikan Staf ahli Kementerian Luar Negeri Teuku Faizahsyah ketika dipanel dengan dua narasumber lainnya.
Sementara, Menurut Sekretaris dari Muhammadiyah, Abdul Mu`ti bahwa peran dan kiprah santri dalam perdamaian dunia dapat dimulai melalui santri yang berpola pikir dengan tradisi untuk perdamaian dunia, melibatkan Figur ulama, adanya standarisasi kurikulum yang berisi penguatan materi perdamaian dunia, pengembangan kultur pesantren yang jauh dari kekerasan, kesempatan bagi lulusan pesantren go internasional misal lewat penugasan atau beasiswa ke luar negeri, dan pengembangan jaringan dan dialog lintas negara untuk penyelesaian masalah perdamaian dunia,ucapnya.
Disampaikan oleh Intelektual Muda Nahdatul Ulama Gus Nadirsyah Husen yang berpendapat bahwa eksistensi pesantren untuk perdamaain dunia dapat diawali dengan bahasan mengenai konflik dan peace studies yang selama ini selalu menjadi bahasan masyarakat dunia, tetapi jarang dibahas di kalangan pesantren, hal ini sebenarnya perlu dikembangkan lewat santri sebagai agen-agen perdamaian, selain itu perlu kembali pada tradisi pesantren untuk mengupas Al Quran secara langsung, sehingga bisa lebih memperluas pemikiran dan pemahaman tentang perdamaian dunia, tutur Gus Nadir. (Hikmah)
Bagikan: