Jakarta (Pendis) --- Praktik keberagamaan moderat dan toleran yang sudah berlangsung berabad-abad di negeri ini harus terus dipertahan, bukan untuk generasi kita saat ini saja, tapi juga sampai anak cucu kita dan seterusnya.
Demikian dikatakan kiai Masyhuri Malik saat menjadi pembicara pada pembinaan moderasi beragama bagi mahasantri penerima beasiswa dari Kementerian Agama (PBSB), Kamis (27/8).
Menurut aktivis mahasiswa UIN Yogyakarta tahun 80-an ini, bahwa kehidupan keagamaan yang moderat telah terbukti membawa suasana yang sejuk, damai, dan survive. "Praktik keberagmaan yang miderat, rukun dan damai ini sudah teruji ratusan tahun di buni nusantara ini," terangnya.
Jadi, lanjutnya, kita semua harus mensyukurinya. Karena ini adalah anugerah dari Allah yang sangat luar biasa. "Kita harus berterima kasih kepada para pendiri bangsa ini, terutama tokoh-tokoh agama semisal kiai Hasyim Asyaari atau kiai Ahmad Dahlan yang sudah mengajarkan dan mendidik masyarakat hidup rukun," tambahnya.
Menurutnya, berkat jasa para kiai di pelosok-pelosok desa, sinergi antara teks agama dengan tradisi masyarakat tidak ada gejolak. "Dulu masyarakat kita banyak mempraktekkan ritual yang secara teks tidak diperbolehkan. Tapi para kiai-kiai di pelosok tidak langsung melarangnya, melainkan memasukkan ajaran agama. Jadi ritualnya tetap berlangsung, tapi isinya adalah bacaan-bacaan untuk mendekatkan diri kepada Allah," yakinnya.
Dalam lingkup negara bangsa juga demikian, sambungnya. Negara kita tercinta ini adalah hasilnijtihad pra ulama dan tokoh-tokoh yang berpikiran luas dan moderat. "NKRI adalah negara bangsa, bukan negara agama dan juga bukan negara sekuler. Ini adalah ijtihad para ulama dan para pendiri bangsa untuk mengkompromikan beragama aliran dan kepentingan," imbuhnya.
Kiai Masyhuri menambahkan, kita tidak perlu risau. Untuk menjalankan kehidupan yang islami, tidak harus berbunyi Islam. Dia mencontohkan, aturan berjalan di sebelah kiri itu tidak ada dalam teks, tapi itu sangat Islami karena itu mengatur hidup teratur dan disiplin. "Dan hidup teratur serta disiplin itu adalah perintah agama," tambahnya.
Karenanya, kiai Masyhuri mengajak kepada para mahasantri PBSB untuk terus bersyukur karena telah lahir di bumi nusantara ini. Menurutnya, ada dua warisan besar yang menempel dalam diri kita yang mengharuskan kita bersyukur. Pertama, warisan dilahirkan dari orang tua dan lingkungan yang damai, rukun, toleran, dan moderat. "Bayangkan kalau anda lahir dalam lingkungan yang penuh dengan konflik, dalam lingkungan yang setiap saat bertikai. Bagaimana perkembangan kejiwaan kita?,"
Kedua, warusan dilahrikan dalam sebuah negara yang aman dan damai. "Bayangkan kalau kita dilahirkan di sebuah negara yang sedang konflik, apa yang akan terjadi dengan kita?," tanyanya.
Untuk itu kiai Masyhuri mengajak kepada para mahasantri PBSB untuk mempertahankan kenikmatan ini. "Bukan untuk kita sendiri, tapi untuk keturunannkita semua. "Nikmat hidup rukun dan gotong royong ini harus juga bisa dinikmati oleh keturunan kita, jangan berhenti di kita saja," terangnya.
Karennaya segal upaya untukm mengganti ideologi bangsa, juga bentuk negara harus kita lawan. "Ini mungkin oleh sebagian orang dianggap kurang ideal, kurang semourna, tapi juga tidaknharus diganti. Apalagi tawaran gantinya adalah khilafah, ideologi yang sudah dilarang di negeri kita," lanjutnya.
"Anda sebagai mahasiswa berkewajiban mempertahanan negara dan praktik keberagamaan yang ada, yang wasathon. Mengapa? Karena NKRI yang damai ini adalh anugerah dan sudah teruji," pungkasnya.
Acara pembinaan moderasi beragama bagi mahasantri penerima beasiswa (PBSB) ini diikuti 15 orang perwakilan dari 10 perguruan tinggi mitra kementerian agama, berlangsung di Jakarta dari 26-28 Agustus 2020.
(Beta/MY)
Bagikan: