Nunukan (Pendis) - Direktur Pendidikan Diniyah dan Pendidikan Pesantren (PD Pontren) Ahmad Zayadi, belum lama ini mengunjungi pesantren di daerah perbatasan, tepatnya Pondok Pesantren Mutiara Bangsa Pulau Sebatik, Kalimantan Utara. Pesantren Mutiara Bangsa berada di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.
Dalam kunjungannya, Ahmad Zayadi ditemani oleh Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Kalimantan Utara Suriansyah, Kepala Kemenag Kabupaten Nunukan, M. Saleh. dan diterima langsung oleh pengasu Pesantren Mutiara Bangsa, Abu Ubaedah.
Dihadapan para santri, Ahmad Zayadi mengajak santri untuk merawat perdamaian yang selama ini sudah terjalin. "Sejatinya pesantren adalah laboratorium perdamaian. Sebagai laboratorium perdamaian, pesantren merupakan tempat menyemai ajaran Islam rahmatanlilalamin, Islam ramah dan moderat dalam beragama," tutur Zayadi di Nunukan, Kamis (17/10).
Dikatakan Zayadi, sikap moderat dalam beragama sangat penting bagi masyarakat yang plural dan multikultural. Dengan cara seperti inilah keragaman dapat disikapi dengan bijak serta toleransi dan keadilan dapat terujud. "Semangat inilah yang dapat menginspirasi santri untuk berkontribusi merawat perdamaian dunia," ujarnya.
Menurut Zayadi, setidaknya beberapa alasan dan dasar pesantren layak disebut laboratorium. Pertama; kesadaran harmoni beragama dan berbangsa dimana saat itu pahlawan kultural dimasa penjajahan merebut kemerdekaan, pembentukan dasar Negara, cetusan resolusi jihad 1945, hingga melawan pemberontakan PKI. Peran tersebut berpegang teguh pada kaidah Hubbul Wathan Minal Iman.
Kedua metode mengaji dan mengkaji. Selain mendapatkan bimbingan, teladan dan transfer ilmu langsung dari kiai, di pesantren diterapkan keterbukaan kajian yang bersumber dari berbagai lintas mazhab. "Tatkala muncul masalah hukum, para santri menggunakan metode bahsulmasail untuk mencari kekuatan hokum dengan meneliti dan mendiskusikan secara ilmiah sebelum menjadikan keputusan hokum. Melalui ini para santri dididik untuk belajar menerima perbedaan, namun tetap bersandar pada sumber hukum yang otentik," terangnya.
"Selanjutnya, para santri biasa diajarkan untuk khidmah (mengabdi). Ini merupakan ruh dan prinsip loyalitas santri yang dibingkai dalam paradigma etika agama dan realitas kebutuhan sosial," imbuh Zayadi.
Suriansyah menuturkan bahwa, bulan Oktober merupakan bulan para Santri, dan hampir semua pesantren hari ini merayakannya. "Bukan sekedar merayakannya melainkan dengan hari santri seluruh santri menjaga negara bangsa ini," ujarnya.
Suriansyah berpesan, bahwa santri harus memiliki keseimbangan hati dan pikiran dimanapun ia berada, sehingga cara berpikirnya harus moderat. "Pesantren Mutiara Bangsa yang menjaga pulau sebatik ini sebagai garis benteng yang bisa melahirkan tsunami spritual sehingga dapat menjaga moderasi beragama, artinya para santri dan ustadz tentu menanamkan nilai-nilai, sikap dimana Islami menjadi rahmatalilalamin," ujarnya.
Pengasuh pondok pesantren Mutiara Bangsa Abu Ubaedah, menyampaikan terima kasih atas kunjungan yang dilakukan oleh rombongan direktur PD Pontren. Harapannya semoga dengan berkunjungnya mampu membantu pondok pesantren mutiara bangsa ini melihat kondisi asrama sudah tidak mencukupi lagi.
(Adha/ M Yani)
Bagikan: