Serpong (Pendis) - Mantan Direktur P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat), Masdar Farid Masudi, menyatakan bahwa pondok pesantrenbenar-benar telah melakukan transformasi yang demikian besar. Mulai dari bercorak "kerajaan absolut" hingga bercorak "presidensial", dan "parlementer". Hal itu terungkap ketika dirinya menjadi narasumber dalam kegiatan "International Seminar on Pesantren Studies" yang dilakukan di ICE BSD Serpong Tangerang Banten yang diselenggarakan pada 20-22 November 2017.
Menurut kyai yang aktif sebagai Syuriah di PBNU itu, di masa "kerajaan absolut", otoritas kyai demikian tinggi. "Ilmu yang dikembangkan di pesantrennya berorientasi pada ilmunya kyai. Kitab yang dijadikan rujukan adalah kitab yang diajarkan kyai. Bahkan, sarana dan prasanapun sangat tergantung pada kyai," papar Masdar. Pada fase ini, lanjut Masdar, pesantren merupakan institusionalisasi dari orientasi dan keilmuan sang kyai.
Pada fase berikutnya, pesantren mengalami keterbukaan dengan mengakomodasi ustad atau santri. Pada fase yang mirip model presidential ini, kata Masdar, otoritas kyai mulai berbagi kepada ustad atau santri seniornya, sehingga kitab yang diajarkannya punmengakomodir keilmuan dari sang ustad. "Pada fase ini, ada pengurangan keabsolutan kyai dan manajemen pondok pesantren," terang Masdar.
Pada fase ketiga, pesantren seakan-akan menjadi semacam PT , dominasi kyai tidak ada, dan yang mengaturny adalah pemerintah. "Pada fase ini diibaratkan model parlementer, ilmu yang diajarkan tidak selalu linier dengan kyainya. Kurikulum menggunakan kurikulum negara. Keilmuan pesantren berasal dari luar, sehingga kyai seakan-akan menjadi pelengkap," ungkap Masdar. Melihat fenomena itu, saran Masdar, sebaiknya Kementerian Agama segera melakukan desain masa depan pesantren, termasuk menyiapkan tokoh-tokoh lokal yang dihasilkan melalui pondok pesantren.
Hadir dalam kegiatan "International Seminar on Pesantren Studies" ini adalah sejumlah narasumber baik dari dalam maupun dari luar negeri, seperti Syeikh Dr. Thariq Ghannam dari Global University Lebanon, Syekh Dr. Salim Alwan, Mufti Darul Fatwa Australia, Syaikh Prof. Dr. Muhammad Hasan Hitou, Direktur Pusat Studi Ilmu Keislaman Internasional kelahiran Syria, KH. Masdar Farid Masudi dari PBNU, Dr. H. Anwar Abbas, MM dari PP Muhammadiyah, Amich Alhumami, MA, M.Ed, PhD dari Bappenas, dan Dr. Noor Achmad, MA dari komisi VIII DPR RI. (Swd/dod)
Bagikan: