Kuningan (Pendis) - Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD-Pontren) Ahmad Zayadi menyampaikan timeline dan progres pembahasan RUU Pesantren di hadapan Pengasuh Pesantren Muadalah se-Indonesia di Kuningan, pada hari Senin, (25/02).
"Pembahasan RUU sudah kita lakukan sejak pertengahan tahun 2018 kemarin. Beberapa kegiatan sudah kita lakukan semisal di kantor Kementerian Agama, di Gedung PBNU, di Senayan, di beberapa pondok pesantren, dan di beberapa tempat meeting lainnya. Bahkan terakhir dengan harmonisasi RUU antar kementerian pada awal Februari di Jakarta," tegas Zayadi.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam RUU Pesantren ini, Satuan Pendidikan Mu`adalah sudah diakomodir dalam bahasan tersendiri, sebagai bukti bahwa Mu`adalah benar-benar entitas pendidikan formal ala pesantren. "Mua`dalah sudah terakomodasi dalam draf RUU tersebut. Ke depan, dengan RUU ini, maka pesantren menjadi salah satu model pendidikan nasional dengan kriteria dan pengelolaan khas pesantren. Kendati demikian, keberadaannya tetap sepadan dengan pendidikan formal. Jadi penjenjangannya tetap terjaga mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tingginya," imbuh Direktur yang gemar mengenakan sarung batik dan baju putih ini.
Dalam konfirmasi terpisah, KH. Tata Taufik, salah satu pengasuh Pesantren al-Ikhlas Kuningan menegaskan bahwa pertemuan di pesantrennya ini melibatkan seluruh Satuan Pesantren Mu`adalah se-Indonesia. "Peserta yang hadir adalah pengasuh pesantren Mu`adalah yang tersebar di beberapa pesantren. Ada yang berhalangan hadir, tetapi mereka sudah menyampaikan aspirasinya melalui Forum Komunikasi Pesantren Mu`adalah atau FKPM," tegas Kiai Tata, Doktor lulusan UIN Syahid Jakarta ini.
Selain pembahasan tentang RUU pesantren, Tata Taufik juga menyampaikan bahwa agenda lainnya adalah penyusunan Buku Putih Mu`adalah. "Agenda lainnya, kita membahas Buku Putih Mu`adalah. Buku putih ini akan menjadi barometer pendidikan ala pesantren di Indonesia. Kita akan tegaskan di dalamnya, kurikulum dan penjaminan mutunya juga," lanjutnya.
Berdasarkan data terkini Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, pesantren penyelenggara Satuan Pendidikan Mu`adalah telah berjumlah 98 (sembilan puluh delapan) Pesantren. Mereka telah mendapatkan persetujuan dan legalitas Kementerian Agama untuk melaksanakan pendidikan ala pesantren ini dengan syarat minimal sudah memiliki izin operasional minimal 10 (sepuluh) tahun dan memiliki santri rata-rata pertahun minimal 300 (tiga ratus) orang, dan tidak melaksanakan pendidikan formal lainnya. (rfq/dod)
Bagikan: