Lamongan (Pendis) - Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Besar Alumni Tarbiyatut Tholabah (IKBAL TABAH) menilai bahwa UU Nomor 18 Tahun 2019 sebagai pengakuan negara atas peran pesantren sebagai agen of change melalui bidang pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat.
Demikian dikatakan oleh Moh. Nur Huda, Ketua Umum IKBAL TABAH Kranji Paciran dalam Halaqah Kebangsaan dengan fokus pada sosialisasi dan bedah UU Pesantren, 4 November 2019, di Aula Pesantren Kranji Lamongan. Acara tersebut dihadiri pimpinan pesantren, ustadz-ustadzah, alumni dan para pengasuh pesantren sekabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Tampil sebagai narasumber Anggota FPKB DPRD Provinsi Jatim, Hj. Umi Zahrok, M.Si; Kasubdit PD dan Mahad Ali pada Direktorat PD Pontren Kementerian Agama RI, H. Aceng Abdul Aziz, S.Ag, M.Pd; Pengasuh PP. Roudlotut Thullab Lamongan, KH. Salim Azhar AR; dan H. Sholahuddin, S.Pd, PCNU Lamongan. Bertindak sebagai moderator adalah Dr. H. Abdullah Zawawi, M.Pd, MM, Pengasuh PP. Daarul Qur`an An-Nur Lamongan.
Dikatakan Huda, UU Pesantren adalah babak baru sejarah dunia pesantren. Selain istikomah mencetak warga negara yang berakhlakul karimah, pesantren tetap survive (bertahan-red) dalam menghadapi tantangan pendidikan nasional dan modernisasi global.
"Pesantren konsen untuk membangun human resources yang menguasasi sains dan teknologi dengan tetap mengedepankan iman dan takwa," ujarnya.
Cegah Radikalisme
Dalam kesempatan yang sama, mewakili Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI, Kasubdit Pendidikan Diniyah dan Mahad Aly, Aceng Abdul Azis mengatakan bahwa pesantren memiliki imunitas terhadap virus ideologi trans-nasional yang merongrong relijiusitas dan kebangsaan di Indonesia.
"Akar hubbul wathan telah menembus ke dalam mindset masyarakat pesantren. Masyarakat juga telah memiliki kultur keagamaan yang solid," kata Aceng yang juga Ketua Pokja Moderasi Beragama pada Ditjen Pendis.
Menurutnya, anti-body pesantren sangat paten dalam menangkal virus radikalisme. Setiap saat pesantren memelihara kesehatan tradisi dan ideologinya, bahkan memberikan asupan nutrisi intelektual yang bergizi dalam kebhinekaan.
Kondisi demikian, lanjut Aceng, dikarenakan pedagogi pesantren berdasarkan pada iman, ilmu dan amal sehingga ilmu efektif dalam membangun budaya.
"Taksonomi Hadratusyaikh Hasyim Asy`ari dalam tholabul ilmi meliputi iman, ilmu dan amal. Selain mementingkan konten ilmu pengetahuan, pesantren memperkuat juga basis praktisnya. Dan kyai menjadi modelnya," katanya.
Dengan rekognisi, afirmasi dan fasilitasi negara terhadap pesantren akan memperkuat sinergi kedua belah pihak dalam menangkal radikalisme dan mengembangkan budaya damai di tanah air. (a3/dod)
Bagikan: