Solo (Pendis) - Jelang seleksi peserta Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) pada Mei mendatang, Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Dit. PD-Pontren) gelar Focus Group Discussion (FGD) bersama dosen pengelola PBSB pada Perguruan Tinggi Mitra (PTM) dalam rangka menentukan dan menyelaraskan soal-soal seleksi PBSB, Rabu (11/04).
FGD ini dibagi menjadi 6 (enam) grup penyusunan materi soal, Bahasa dan Kepesantrenan, Tes Kemampuan Bidang Studi (MIPA, IPS, Agama), Tes Potensi Akademik, serta Computer Based Test (CBT). Kesemua materi seleksi tersebut diwakili oleh para dosen PTM yang ahli di bidangnya. Hal ini dimaksudkan agar adanya keselarasan tingkat kesulitan pada soal seleksi PBSB.
Keselarasan tingkat kesulitan dimaksud sangatlah diperlukan mengingat ketatnya persaingan dan proses seleksi itu sendiri. Pasalnya, sebagaimana yang dilaporkan oleh Kasubdit Pendidikan Pesantren Basnang Said, jumlah pendaftar PBSB pada tahun 2018 mengalami lonjakan hingga 20% dari tahun lalu. Kurang dari tiga hari akhir masa pendaftaran tercatat hampir 11.000 santri dari 944 pesantren yang mendaftar, sementara yang akan direkrut hanya sejumlah 290 santri.
"Yang tidak kalah mengejutkan adalah peminat pada tiga prodi yang baru dibuka pada tahun 2018, yakni pendidikan seni musik, pendidikan seni rupa dan sastra cina, tidak kurang dari 30 santri yang mendaftar pada masing-masing prodi tersebut," ungkapnya.
Lebih lanjut, Basnang menjelaskan bahwa peningkatan jumlah pendaftar kali ini mengisyaratkan adanya upaya pesantren dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran, selain tentunya dalam bidang keagamaan juga sains dan teknologi yang sangat dibutuhkan pesantren dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengembangan masyarakat.
Dalam arahannya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ahmad Zayadi mengingatkan tantangan luar biasa yang dihadapi oleh santri milenial saat ini. Setidaknya ada dua aspek yang perlu diperhatikan secara intensif. Pertama berkenaan penyiapan santri yang memiliki kualifikasi pemahaman dan penguasaan terhadap aspek ilmu agama (tafaqquh fiddin) serta menentukan maslahat kemanusiaan (tafaqquh fii masholihil kholqi) di masa depan. Sehingga santri akan mampu mentransformasikan keberagamaan dan nilai-nilai kemanusiaannya dalam konteks kekinian.
Zayadi menegaskan bahwa PBSB tidak hanya memberikan ruang kesempatan dalam rangka pengkajian keilmuan keislaman saja, akan tetapi juga pada kajian keilmuan lainnya sebagai instrumen akademik dan metodologis untuk mentransformasikan agama sehingga lebih kontekstual.
"Oleh karenanya kita merancang instrumen kebijakan yang memungkinkan kedua bidang keilmuan tersebut bisa dibangun secara sinergis, sehingga santri lulusan PBSB akan lebih responsif dan mampu memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan aktual," terangnya.
Selain bertujuan menyelaraskan dan mengukur tingkat kesulitan soal, yang tidak kalah pentingnya dari FGD yang dihadiri dosen dan pengelola PBSB pada 13 PTM (tidak termasuk Universitas Al Azhar Indonesia) ini juga bertujuan agar adanya shilatul afkar, yakni untuk menyamakan persepsi, bertukar fikiran antar pengelola PBSB, shilatul `amal, yakni untuk mensinergikan kepentingan dan potensi-potensi setiap pengelola PBSB, serta shilatul ruh, yakni untuk membangun hubungan spiritual-bathiniyah dalam rangka memfasilitasi sekaligus mengadvokasi kaum santri, tutup Zayadi. (hery/dod)
Bagikan: