Jakarta (Pendis) - Direktorat Pendidikan Agama Islam (Dit. PAI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam melalui Subdit PAI pada PTU (Perguruan Tinggi Umum) menerima kedatangan pengurus ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Seluruh Indonesia) di ruang rapat Ditjen Pendis Kementerian Agama RI, Senin (27/02/2017). Acara itu dihadiri oleh Kepala Subdit PAI pada PTU, Nurul Huda; Kepala Seksi Bina Karir dan Sertifikasi, Suwendi; Kepala Seksi Bina Akademik, Zulfahri; Kepala Seksi Bina Keagamaan Mahasiswa, Ahmad Rusdi; dan Kasubbag Tata Usaha Dit. PAI, Nasri; serta Ketua Umum ADPISI beserta seluruh jajarannya. Menurut Nurul Huda, kehadiran subdit PAI pada PTU sebagai subdit baru di lingkungan Ditjen Pendidikan Islam merupakan ikhtiar Kementerian Agama untuk memaksimalkan layanan pendidikan agama Islam pada perguruan tinggi umum. Untuk itu, masukan dari berbagai pihak, termasuk dari ADPISI, sangat penting untuk didengar dan dipertimbangkan secara serius.
Ketua Umum ADPISI, Aam Abdus Salam, menyatakan bahwa pengurus ADPISI periode 2017-2020 ini baru terbentuk pada tanggal 4 Februari 2017 yang merupakan hasil Muktamar dan dibuka langsung oleh Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin. "Dosen PAI pada PTU ini memiliki 2 bapak, yakni Ditjen Dikti Kemenristekdikti sebagai bapak biologis dan Ditjen Pendidikan Islam Kemenag sebagai bapak ideologis. Kini, ADPISI telah memiliki pengurus di tingkat wilayah sebanyak 23 provinsi dan di beberapa kabupaten/kota yang diharapkan menjadi organisasi profesi dosen PAI pada PTU yang unggul dan berwawasan rahmatan lil`alamin," papar dosen PAI pada Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Pada sesi lain, Sekretaris Jenderal ADPISI, Andi Hadiyanto, menyampaikan sejumlah masukan untuk pengembangan dosen PAI pada PTU. Menurut dosen PAI pada Universitas Negeri Jakarta itu, disampaikan "Hingga kini baru ada 8 (delapan) guru besar PAI dari seluruh Indonesia, yang lainnya masih memiliki kepangkatan fungsional di bawahnya. Di antara persoalan krusial terkait dosen PAI ini adalah status pengangkatan dan peningkatan kualifikasi akademik. Ada banyak dosen PAI yang diangkat oleh Kemenristekdikti, DPK (diperbantukan) dari Kemenag, diangkat dari Pemerintah Daerah, dan dosen kontrak yang diangkat oleh kampus setempat. Selain itu, homebase dan karir dosen PAI pada PTU itu tidak jelas, karena mereka berada pada program-program studi umum. Untuk itu, perlu pedoman tentang pengangkatan dan pembinaan dosen PAI pada PTU secara tegas. Di samping itu, perlu juga ketegasan tentang kewenangan dalam memperoleh remunerasi dan afirmasi bantuan peningkatan kualifikasi akademik bagi dosen PAI pada PTU".
Helmawati, dosen PAI pada Uninus Bandung, menyampaikan perlunya rumusan KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) yang diberlakukan bagi dosen PAI pada PTU, terutama pada level 7 hingga 9. Sebab, di lapangan tidak sedikit dosen yang baik secara kualifikasi maupun kompetensi tidak memenuhi kriteria yang ditentukan. Sementara itu, Waway, dosen PAI pada Politeknik Bandung, menyatakan bahwa bahan ajar PAI yang diterbitkan oleh Kementerian itu dipandang terlalu filosofis yang tidak mudah difahami oleh mahasiswa diploma politeknik, sehingga perlu buku dan bahan ajar yang praktis. Di samping itu, juga perlu difikirkan KKNI bagi dosen PAI pada program Diploma Politeknik yang tentunya berada di bawah level 7. (swd/dod)
Bagikan: