Bengkulu (Pendis) - Arus globasliasi yang semakin cepat, kemajuan informasi dan teknologi (IT) yang semakin tinggi, menjadi tantangan tersendiri yang sangat luar biasa bagi anak-anak kita. Persoalan-persoalan hubungan multikulutural merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihalang-halangi. Namun yang terpenting, kita harus mampu menjaga agar bagaimana akidah anak didik kita tidak luntur/tergerus oleh dampak globalisasi yang mendera tersebut. Demikian Amin Haedari mengawali sambutan dan arahannya pada acara pembukaan kegiatan Peningkatan Kompetensi Guru PAI pada Sekolah yang diselenggarakan oleh Subdit PAI pada SMP di The Madeline Hotel, Bengkulu, 19 s/d 21 Mei 2016.
"Di era globalisasi dan kemajuan IT yang semakin pesat menjadi tantangan tersendiri bagi anak-anak kita. Secara realitas sosial, kita tidak bisa hidup/bergaul dalam satu akidah tertentu. Terpenting adalah menjaga akidah," tegasnya (19/05/16).
Dalam kesempatan ini, Direktur menyitir pernyataan Umar Ibn Khattab yang intinya pesan memberikan bekal pengetahuan terhadap anak-anak dalam menghadapi arus globalisasi dan IT yang akan banyak tantangannya.
"Addibu auladakum bighairi tarbiyyatikum fainnahum khuliqu li zamanin ghaira zamanikum. Didiklah anak-anakmu dengan pola pendidikan yang berbeda dengan pola pendidikan yang kalian dapatkan. Karena sesungguhnya mereka itu dilahirkan untuk zaman yang berbeda dengan zamanmu".
Nah, yang perlu dipikirkan hari ini adalah bagaimana menentukan masa depan, bukan hari ini menentukan hari ini. Apalagi sekarang ini mulai masuk generasi MEA, Masyarakat Ekonomi Asean. Guru-guru nanti tidak hanya dari Indonesia. Jangan sampai kita terasing di negeri sendiri.
Guru agama menurut Amin, adalah guru yang bisa memberikan etalase, percontohan bagi guru-guru yang lain. Dan persoalan yang dihadapi guru agama pun sangat kompleks dari guru-guru yang lain. Begitu juga tanggung jawabnya. "Kekuatan guru agama luar biasa. Berbeda dengan guru Matematika, misalnya. Guru agama, di samping menangani murid di sekolah, juga menangani persoalan di masyarakatnya. Oleh karena itu, kompetensi guru agama juga harus luar biasa".
Kaitannya dengan kompetensi guru agama, Amin mengandaikan kompetensi guru agama berada pada level ketiga, yaitu pada level imajinatif. Yang mampu memikirkan jauh ke depan, yang abstrak sekalipun. Menurut Amin, pendidikan dibagi menjadi tiga level, yaitu reproduksi; analitik; dan imajinatif. Nah, level ketiga inilah yang dianggapnya sebagai level tertinggi dalam pendidikan, yang mampu berpikir visioner jauh ke depan.
"Itulah yang ingin kita capai dalam tiga hari ke depan, guru-guru agama meningkat pada level imajinatif," pungkasnya.
(ozi/dod)
Bagikan: