Serpong (Pendis) - "Perlu dilakukan penguatan metodologi dalam memahami teks keagamaan yang dikembangkan oleh dosen PAI pada PTU sehingga tidak terjebak dalam pemahaman yang tekstualis dan menghilangkan nilai-nilai fundamental dalam ajaran Islam," papar Said Agil Husein Al-Munawwar pada saat memberikan materi pada kegiatan "TOT Pengembangan Pembelajaran PAI pada PTU Angkatan 1" yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama bertempat di Hotel Santika BSD Serpong, 4-6 April 2017. Kegiatan ini dihadiri oleh pejabat dan JFU di lingkungan subdit PAI pada PTU dan beberapa kepala seksi di lingkungan Direktorat PAI serta dosen-dosen PAI (Pendidikan Agama Islam) dari berbagai PTU (Perguruan Tinggi Umum).
Ungkapan itu dikemukakan oleh Said Agil Husein Al-Munawwar saat menjawab pertaanyaan peserta kegiatan, Sufyan Ramli dari Universitas Negeri Jambi. Menurut Sufyan Ramli, di kalangan PTU kini telah menyebar pemahaman yang perlu menjadi perhatian bersama. "Di kalangan kampus kini berkembang pemahaman bahwa olahraga yang hanya boleh dilakukan saat itu hanyalah memanah, berkuda dan berenang. Selain olahraga itu, sudah tidak berlaku lagi. Sebab, hanya 3 macam itu saja yang tertuang dalam hadis Nabi". Peserta lainnya dari Universitas Negeri Malang dan Institut Teknologi Bandung juga menyampaikan bahwa pemikiran yang literalis di kampus PTU begitu marak. "Jika dikenal ushuliyat al-khamsah maka itu tidak hanya terbatas pada hifzh al-nafs (menjaga jiwa), hifzh al-din (menjaga agama), hifzh nasl (menjaga keturunan), dan hifzh al-mal (menjaga harta) saja; akan tetapi mereka juga mereka mengembangkannya dengan hifzh al-daulah al-islamiyah (menjaga daulat islamiyah). Fenomena pemahaman letterlijk ini begitu masif dan kuat di lingkungan PTU," papar peserta dari Malang.
Menurut Said Agil Husein Al-Munawwar, pemikiran letterlijk ini sangat berbahaya jika digunakan dalam memahami semua teks-teks keagamaan. "Ketiga macam olahraga itu memang merupakan cabang olahraga yang sesuai dengan kondisi saat itu dan merupakan paling hebat. Namun, bukan berarti hanya tiga macam itu saja. Ini merupakan imbas dari pemahaman keagaman yang sangat tekstualis." Menurut Said Agil, "Tidak mungkin bisa memahami wahyu atau Alquran jika hanya dipahami secara tekstual semata. Misalnya, ayat laa taqrabu al-zina (jangan kalian mendekati zina), jika memahami ayat ini secara tekstual sangat berbahaya!".
Dalam kesempatan itu, Said Agil juga memaparkan bahwa dalam tradisi ushul fiqh, memahami teks keagaman dalam perspektif yang berbeda itu sangat jamak terjadi. "Satu kitab ushul fiqh yang ditulis oleh ulama yang bermazhab tertentu itu lumrah dan biasa dilakukan pensyarahan (penjelasan) oleh ulama yang bermazhab lainnya. Oleh karenanya, pemikiran keagamaan kita semakin luas".
Ulama ushul fiqh (ushuliyun), menurut Said Agil Husein Al-Munawwar, mengarahkan kepada umat agar bagaimana teks agama dan ajaran Islam itu dapahami dan diamalkan sehingga mampu memberikan kemaslahatan umum yang sangat kuat. "Kita tidak cukup hanya bermodalkan hafal ayat lalu mengeluarkan fatwa. Ada sejumlah kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyah yang harus dikuasai dalam memahami ayat-ayat Alquran itu," papar jebolan Universitas Ummul Qurah Mekkah, Saudi Arabia. (swd/dod)
Bagikan: