Yogyakarta (pendis)- Asosiasi Ilmu Alquran dan Tafsir (AIAT) Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam meluncurkan 4 (empat) buku terbarunya. Keempat buku tersebut adalah (1) Pendekatan Ma’na-Cum-Maghza atas Alquran dan Hadis: Menjawab Problematika Sosial Keagamaan di Era Kontemporer; (2) Tafsir Al-Quran di Nusantara; (3) Living Quran: Resepsi Sosial atas Alquran; dan (4) Terjemahan buku Hermenuetika Alquran dan Pengembangan Ulumul Quran ke dalam Bahasa Arab karya Sahiron Syamsuddin. Kegiatan yang bertempat di Hotel New Saphir, Yogyakarta, ini dilaksanakan pada 26 Februari 2020. Hadir dalam kegiatan tersebut Ketua AIAT yang sekaligus Plt. Rektor UIN Sunan Kalijaga, Sahiron Syamsuddin, Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Suwendi, Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Noorhaedi, para dekan di lingkungan UIN Sunan Kalijaga, penulis buku, dosen dan mahasiswa.
Menurut Sahiron, AIAT yang lahir pada tahun 2014 itu dimaksudkan untuk melakukan sekurang-kurangnya pada 4 (empat) hal. Pertama, pengembangan keilmuan dan metodologi dalam disiplin ilmu Alquran dan tafsir; Kedua, pengembangan sumber daya manusia, terutama ilmu Alquran dan tafsir di lingkungan PTKI. “Agar para dosen memiliki semangat untuk maju bersama dan semaksimal mungkin dapat bermanfaat, khususnya, untuk mahasiswa”, ungkap Sahiron.
Ketiga, mengembangkan institusi program studi ilmu Alquran dan tafsir sendiri, seperti melakukan redesain kurikulum sejumlah mata kuliah pada program studi ilmu Alquran dan tafsir, merumuskan KKNI, dan lain-lain. Keempat, melakukan berbagai program pengabdian kepada masyarakat, sehingga kontribusi AIAT tidak hanya berkiprah pada wacana keilmuan semata, tetapi juga berkontribusi secara konkret di masyarakat.
Dalam kesempatan itu, dibahas juga pendekatan baru dalam menggali makna Alquran, yakni Ma’nã-Cum-Maghzã. Sebagaimana dinyatakan dalam buku “Pendekatan Ma’na-Cum-Maghza atas Alquran dan Hadis: Menjawab Problematika Sosial Keagamaan di Era Kontemporer”, Sahiron menyebutkan bahwa pendekatan ini merupakan bentuk penyederhanaan sekaligus pengembangan dari aliran quasi-obyektivis progresif yang diusung, antara lain, oleh Fazlurrahman, Nashr Hamid Abu Zayd, Abdullah Saeed, dan Muhammad al-Thalibi dalam bukunya masing-masing. Menurut Sahiron lebih lanjut, tujuan dari pendekatan Ma’nã-Cum-Maghzã adalah menggali makna dan signifikansi historis dari ayat yang ditafsirkan dan kemudian mengembangkan signifikansi historis tersebut menjadi signifikansi dinamis (sigmifikansi kekinian dan kedisinian).
Oleh karenanya, menurut Sahiron yang juga lulusan pondok pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon, untuk mendapatkan makna dan signifikansi historis, perlu dilakukan lima hal: (a) analisa bahasa teks; (b) intratekstualitas; © intertekstualitas; (d) analisa konteks historis turunnya ayat; dan (e) rekonstruksi signifikansi/pesan utama historis ayat.
Untuk membentuk signifikansi dinamis ayat, menurut Sahiron, terdapat langkah-langkah yang perlu ditempuh, yakni (1) menentukan kategori ayat; (2) reaktualisasi dan kontekstualisasi signifikansi ayat; (3) menangkap makna simbolik ayat; dan (4) memperkuat konstruksi signifikansi dinamis ayat dengan ilmu bantu lainnya.
Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Suwendi, mengatakan bahwa pihaknya memberikan apresiasi atas lahirnya 4 (empat) karya ini. “AIAT harus berani menjadi teladan dalam melakukan reproduksi keilmuan. Selain dengan menerbitkan buku, penawaran kerangka metodologi dalam disiplin keilmuan juga patut dilakukan. Oleh karenanya, pendekatan Ma’nã-Cum-Maghzã dalam memahami teks-teks Alquran, sebagaimana yang dihasilkan oleh pak Sahiron dan AIAT ini, perlu diapresiasi”, ungkap doktor UIN Jakarta.
Menurut Suwendi, kajian Islam di Indonesia sangat produktif dan dinamis. Kini, telah banyak metode-metode keilmuan yang ditemukan dan dikembangkan oleh para dosen di lingkungan PTKI. “Sebagai contoh, kita mengenal metode mubadalah yang dicetuskan oleh Faqihuddin Abdul Kader, dosen IAIN Cirebon, yang mampu menawarkan bagaimana teks-teks keagamaan itu ditempatkan dalam konteks relasi laki-laki dan perempuan secara adil. Dan, hari ini, kita juga mendapatkan karya baru dari Pak Sahiron dan kawan-kawan tentang pendekatan baru dalam memahami makna ayat-ayat Alquran, yang diharapkan dapat menjawab problematika sosial-keagamaan kontemporer”, ungkap Suwendi.
Bagikan: