Banyuwangi (Kemenag) — Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, M. Arskal Salim GP, mendorong para dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) untuk terus meningkatkan kualifikasi akademik dan memperkuat kompetensi dalam menjawab tantangan pendidikan abad 21.
Hal ini disampaikan Prof. Arskal saat memberikan pembinaan dosen di Universitas KH. Mukhtar Syafaat, Banyuwangi, Jawa Timur, pada Jum’at (25/4/2025).
“Kalau ingin kampus ini maju, maka SDM-nya harus kuat, baik secara kualifikasi maupun kompetensi,” tegasnya.
Menurutnya, peningkatan kualifikasi dosen dari jenjang S2 ke S3 merupakan keharusan yang harus terus didorong oleh pimpinan perguruan tinggi. Ia mengakui, perjalanan menuju gelar doktor bukan hal yang mudah dan kerap penuh tantangan.
“Tidak sedikit dosen yang harus berkorban banyak hal untuk meraih gelar doktor, mulai dari waktu, biaya, hingga pengorbanan keluarga. Tapi di situlah letak nilai perjuangannya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Arskal menegaskan bahwa gelar akademik saja tidak cukup jika tidak diiringi dengan peningkatan kompetensi. Ia mencontohkan masih minimnya kontribusi dosen dalam merespons gagasan-gagasan kebijakan dari Kementerian Agama, khususnya dari Menteri Agama.
“Sudah enam bulan sejak Pak Menteri menyampaikan ide kurikulum berbasis cinta, tapi belum ada respon dari para guru besar. Padahal ini peluang untuk memperkaya kurikulum dan menyusun buku-buku ajar,” ungkapnya.
Kurikulum berbasis cinta, jelas Arskal, meliputi cinta kepada Tuhan, sesama manusia, lingkungan, dan diri sendiri. Ia menyebut pendekatan ini penting untuk mengatasi krisis empati dan dehumanisasi di kalangan generasi muda.
Ia juga menyoroti pentingnya inovasi pembelajaran berbasis teknologi. Ia menyarankan para dosen untuk akrab dengan platform digital, termasuk pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) seperti Copilot dan Gemini, serta media sosial yang kini menjadi rujukan utama generasi Z.
“Mahasiswa sekarang cari referensi bukan hanya lewat Google, tapi lewat TikTok dan Instagram. Ini harus dijadikan strategi pembelajaran, bukan dianggap remeh,” tuturnya.
Ia bahkan mendorong kampus untuk memanfaatkan metode pembelajaran yang adaptif, seperti tugas membuat konten edukatif dalam bentuk video pendek di media sosial.
Bagikan: