Jakarta (Kemenag) — Kementerian Agama terus mematangkan skema kerja sama internasional melalui program double degree bagi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Dalam rapat yang digelar di Jakarta, Jumat (2/5/2025), para pimpinan Ditjen Pendis menegaskan pentingnya menjadikan program ini sebagai bagian dari agenda besar internasionalisasi pendidikan tinggi Islam di Indonesia.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menegaskan bahwa program double degree adalah bentuk konkret dari internasionalisasi PTKIN yang harus dikelola secara strategis dan berorientasi pada kualitas. “Kita tidak perlu risau soal pembiayaan double degree selama kampus mitra merupakan universitas top dunia dan memberikan kontribusi terhadap pengembangan keilmuan dan kebutuhan prodi di PTKIN,” tegasnya.
Prof. Suyitno juga membedakan pendekatan ideal dan pragmatis dalam implementasi double degree. “Yang ideal, kita bermitra dengan universitas papan atas dunia. Tapi yang pragmatis pun, walau bukan dari kampus top dunia, bisa menjadi langkah awal menuju idealisme itu,” tambahnya. Ia juga membuka peluang kerja sama dengan universitas di Yordania dan Al-Azhar Mesir, termasuk eksplorasi perkuliahan jarak jauh sebagai solusi bagi lulusan pesantren yang berminat studi ke Timur Tengah.
Senada dengan itu, Sekretaris Ditjen Pendis, Prof. Arskal Salim, menyebutkan bahwa double degree memberi nilai tambah dan daya saing bagi alumni PTKI. “Program ini mencerminkan competitiveness lulusan kita. Untuk itu, kita harus proaktif menjalin komunikasi dengan atase pendidikan dari negara-negara mitra dan menyusun tim khusus yang akan mengkaji kurikulum lintas disiplin,” ujarnya.
Prof. Arskal juga mengingatkan pentingnya menggali berbagai sumber pembiayaan alternatif. “Kita perlu menjajaki peluang dari negara-negara yang memiliki perhatian pada pengembangan pendidikan, seperti Kanada dan Jepang, agar double degree ini tidak hanya elit tapi juga inklusif,” katanya.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Prof. Sahiron, dalam paparannya menyampaikan bahwa sejumlah universitas luar negeri telah menunjukkan minat bekerja sama, seperti McGill University, berbagai kampus di Australia, Tunisia, hingga Universitas Utara Malaysia yang kini sedang dievaluasi. “Yang perlu menjadi perhatian adalah kualitas akademik, pembiayaan, dan minat mahasiswa. Kita juga harus segera menyusun regulasi dan PMA sebagai dasar hukum kerja sama internasional ini,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (PUSPENMA), Ruchman Basori, menekankan pentingnya kejelasan kewenangan antara Dit. Diktis dan Puspenma dalam pengelolaan beasiswa. “Selama ini semua program beasiswa, termasuk 5000 doktor, berada di bawah Puspenma. Kita perlu membuat pemetaan kebutuhan SDM agar tidak hanya fokus pada prodi keagamaan, tapi juga STEAM,” jelasnya. Ruchman juga mendorong agar program double degree dibiayai dari APBN secara berkelanjutan.
Rapat ini menjadi momentum penting untuk meneguhkan komitmen Ditjen Pendis dalam menjadikan PTKIN sebagai institusi pendidikan tinggi yang berdaya saing global. Harapannya, program double degree bukan hanya menjadi simbol internasionalisasi, tetapi juga sarana peningkatan mutu, reputasi, dan kontribusi keilmuan PTKIN dalam skala dunia.
Bagikan: