Serpong (Pendis) - Dalam pembukaan kegiatan yang bertajuk "Temu Konsultasi Jaringan Penelitian, pengabdian kepada Masyarakat dan Publikasi Ilmiah" yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Sekjen Kemenag RI Prof. Dr. Nur Syam, M.Si menyampaikan bahwa konsultasi jaringan penelitian melalui Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) ini penting sekali dilakukan untuk bersama-sama menyatukan langkah dalam pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala PSGA di lingkungan PTKIN seluruh Indonesia di Hotel Santika Primeire Serpong, 24 s/d 26 Mei 2018.
"Selama ini, posisi eselon satu bagi perempuan di birokrasi Kementerian Agama RI masih sangat terbatas. Beberapa waktu lalu ada yang ingin dipromosikan, tetapi masih belum memenuhi ketentuan, walaupun dilakukan afirmasi. Oleh karena itu, pertemuan konsultasi jaringan semacam ini sangat diperlukan dan penting untuk menyatukan langkah di antara kaum perempuan sendiri atau melalui pusat studi gender. Saya sangat mendukung kegiatan ini demi kesetaraan perempuan di birokrasi juga. Melalui implementasi teori-teori gender yang ada, mari kita perluat birokrasi di Kementerian Agama dengan kehadiran kaum perempuan di eselon satu," ujar Guru Besar UIN Sunan Ampel dengan bersemangat.
Diakui atau tidak, kesatuan langkah dalam pengarusutamaan gender saat ini masih sangat diperlukan di PTKI khususnya. Sebab, jika tidak ada kesamaan visi ini, relasi laki-laki dan perempuan, seperti dalam beberapa teori gender, maka perempuan akan terus dipinggirkan, ditekan atau ditindas (oppression). Di antara program-program gender mainstreaming itu harus menyasar ke sana juga, selain terkait dengan fenomena mutakhir tentang kontra radikalisme, terorisme, atau semacamnya. Fenemona pelaku bom bunuh diri dari kalangan perempuan dan anak di Surabaya kemarin menjadi salah satu contoh untuk kesatuan program tersebut.
Pendapat serupa, disampaikan Kasubdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Dr. Suwendi, M.Ag. Untuk merealisasikan program kontra terorisme, diperlukan agen-agen moderasi agama di PTKIN melaluai PSGA.
"Tidak ada pilihan lagi sekarang, ketika terjadi ledakan bom di Surabaya, dimana pelakunya hanya dari satu keluarga saja, maka PSGA harus mengambil peran untuk menjadi agen moderasi agama. Kenapa perlu agen di PSGA? Sebab, kita akan mendorong PSGA melalui penelitian dan pendampingan para korban bom atau keluarganya atau lingkungannya untuk dapat mengantisipasinya. Jika menjadi agen moderasi agama, diharapkan kelompok-kelompok itu dapat diminimalisir atau bahkan bisa dihilangkan," papar Suwendi saat diskusi.
Kegiatan temu konsultasi PSGA ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kerja-kerja penelitian untuk evaluasi, antisipasi, dan mengungkap potensi yang ada dari setiap fenomena tindakan perempuan dan anak. Demikian ungkap Mahrus, Kasi Penelitian pada saat menjelaskan kegiatan ini dan relevansinya dengan ledakan bom terakhir di Surabaya. (ME/dod)
Bagikan: