Singkil (Pendis) - Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Meulaboh merintis pengabdian mualaf di Aceh Singkil yang merupakan perbatasan Aceh.
Hal itu dilakukan terkait dinamika keagamaan di perbatasan Aceh, yang mendorong STAIN Meulaboh untuk terlibat dalam pengabdian berbasis masyarakat mualaf di sana.
Gelombang kehadiran mualaf dipandang sebagai bagian dari peristiwa sosial keagamaan yang harus mendapat sentuhan akademik, terutama dalam konteks penanaman nilai keagamaan yang moderat, kondisi ini dipandang penting dalam rangka menjaga dan menetralkan suasan kondusif kehidupan sosial keagamaan masyarakat perbatasan Aceh yang multikultur dan cenderung plural secara kebudyaan.
Ketua Pusat Studi Agama, Masyarakat dan Lintas Budaya (CRSCS) STAIN Meulaboh, Dr. Muhajir Al-Fairusy mengungkapkan, dari observasi awal yang dilakukan pada kehidupan sosial keagamaan masyarakat mualaf di perbatasan Aceh. Kehadiran akademisi dengan seperangkat pemahaman keagamaan yang moderat menjadi keniscayaan di tengah masyarakat.
“Kita tahu, perbatasan Aceh sangat dinamis kehidupan sosial keagamaannya, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Daerah setempat tentu tak bisa bekerja tunggal dalam membangun kultur kondusif di sana, karena itu kehadiran kelompok akademisi dengan seperangkat nilai moderasi dan data riset sangat diperlukan dalam menjaga ketertiban struktur dan kultur damai,” ungkapnya.
Kehadiran STAIN Meulaboh yang akan mengusung pengabdian tahunan pada mualaf tersebut disambut baik oleh lembaga LPMC-NU Kabupaten Singkel. LPMC NU sendiri merupakan lembaga yang konsen dan fokus membina keislaman mualaf selama ini di Singkel. Setidaknya, ada dua titik pusat konsentrasi mualaf di Kabupaten Singkil papar pegiat keagamaan di LPMC-NU-Zaini dan Musatafa Naibaho yaitu Napagaluh dan Singkil sendiri.
Menurut Zaini, selama ini pembinaan mualaf memang tergolong sangat terbatas dari sisi perhatian dan.keseriusan pemeritah sendiri, tak jarang para mualaf kembali ke kepercayaan asal mereka, atau beberapa kasus muncul seperti kekerasan pada perempuan terjadi di kalangan mualaf dari keluarga asal mereka. Kondisi ini tentu butuh perhatian serius.
Kondisi serupa dipapakarkan oleh salah seorang imam Mesjid di Napagaluh, Kecamatan Danau Paris, menurutnya kenyamanan dan kekondusifan keberadaan mualaf yang baru pindah agama harus menjadi perhatian utama semua pihak, seperti kebutuhan rumah singgah bagi mualaf yang selama ini sangat dibutuhkan. Di Napagaluh sendiri, terdapat lima puluh Kepala Keluarga mualaf, rata-rata mereka memeluk Islam dengan alasan sosial, seperti faktor perkawinan atau dorongan untuk diakui sebagai keluarga besar dalam klan Muslim.
Dr. Syamsuar, Ketua STAIN Meulaboh, mendukung penuh salah satu unsur tridharma perguruan tinggi tersebut, apalagi ini menyangkut pengabdian dalam rangka membina dan menyelamatkan saudara seiman melalui nilai agama yang moderat paparnya.
“Ke depan, STAIN Meulaboh akan membuka peluang beasiswa bagi anak-anak mualaf yang ingin melanjutkan kuliah ke kampus STAIN, silahkan, ini terbuka lebar, ini bentuk pengabdian berbasis sosial keagamaan yang cukup strategis” papar Syamsuar.
Bagikan: