Jakarta (Kemenag) – Kementerian Agama melalui Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah menegaskan komitmennya dalam menyiapkan guru-guru madrasah sebagai pionir literasi digital yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga berakar pada nilai-nilai keislaman dan spiritualitas.
Komitmen ini diwujudkan dalam kegiatan Peningkatan Kompetensi Literasi Digital bagi Guru Madrasah Tahap II yang digelar secara full day sejak Selasa (24/6/2026) hingga Kamis (26/6/2026) di Jakarta.
Kegiatan ini diikuti oleh para guru madrasah dari berbagai wilayah di DKI Jakarta dan sekitarnya. Para peserta dibekali pemahaman mendalam tentang literasi digital, keamanan informasi, etika bermedia sosial, serta integrasi teknologi dalam pembelajaran yang aktif, kreatif, dan bermakna.
Hadir sebagai narasumber sejumlah tokoh penting di bidang literasi digital nasional, seperti Indrayatno Banyumurti dari ICT Watch, Hani Purnawanti dari Relawan TIK Indonesia, dan Mira Sahid, seorang pegiat literasi digital.
Direktur GTK Madrasah, Thobib Al Asyhar, dalam arahannya menegaskan pentingnya pendidikan digital yang tetap berlandaskan nilai-nilai luhur.
“Kurikulum madrasah harus mampu menanamkan nilai, bukan sekadar capaian akademik. Akhlak di atas ilmu,” tegas Thobib.
Ia menambahkan bahwa pendidikan digital di madrasah harus mengusung kesadaran ekoteologis, yaitu pemahaman tentang hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta.
“Inilah kekuatan khas madrasah yang tidak bisa digantikan oleh Artificial Intelligence. Guru madrasah harus memimpin transformasi ini dengan cinta, spiritualitas, dan pandangan integratif,” ujarnya.
Menurut Thobib, pendekatan integratif berarti setiap ilmu—baik eksakta maupun sosial—dapat dihubungkan dengan nilai-nilai ketauhidan, menjadikan pembelajaran tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bermakna secara ruhani.
Kasubdit Bina GTK MI-MTs, Fakhrurozi, menyampaikan bahwa literasi digital kini menjadi kompetensi mendasar yang harus dimiliki setiap guru madrasah. Teknologi informasi yang berkembang cepat menuntut guru untuk adaptif, inovatif, dan tetap memegang teguh etika.
“Literasi digital bukan sekadar bisa memakai perangkat, tapi bagaimana guru mampu menjadi agen perubahan—mendidik generasi yang cakap digital dan kuat secara moral,” katanya.
Fakhrurozi menambahkan bahwa kegiatan ini tidak hanya berfokus pada keterampilan teknis, melainkan juga memperkuat karakter dan kesadaran etis dalam memanfaatkan teknologi.
“Guru madrasah adalah benteng nilai dan moral peserta didik. Mereka bukan hanya pengajar, tapi penuntun anak-anak kita di tengah gelombang dunia digital yang kompleks,” imbuhnya.
Kegiatan ini ditutup dengan harapan besar agar para guru peserta menjadi agen perubahan di satuan pendidikan masing-masing. Ilmu yang diperoleh diharapkan dapat ditularkan kepada rekan-rekan guru lainnya, serta diterapkan dalam pembelajaran yang menginspirasi dan transformatif.
(Rina)
Bagikan: