Tangeran Selatan (Pendis) - Perempuan memiliki peran penting dalam melawan radikalisme. Hal ini ditegaskan oleh Yenny Wahid, Direktur Wahid Foundation beberapa waktu lalu pada acara Temu Jaringan Penelitian, Pengabdian, dan Publikasi Ilmiah yang diselenggarakan oleh Subdit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Hotel Santika Premiere Bintaro, Tangerang Selatan tanggal 24 s/d 25 Mei 2018 lalu. Temu jaringan ini dihadiri oleh para Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) PTKIN di seluruh Indonesia.
Yenny Wahid memaparkan temuan dari Survei Nasional Tren Toleransi Sosial-Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim Indonesia yang dilaksanakan Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia atas dukungan UN Women. Survey ini dilaksanakan pada akhir tahun 2017 dengan responden berasal dari 34 Provinsi berjumlah 1500 responden (50% perempuan, 50% laki-laki) yang dipilih dengan teknik multi-stage random sampling. Margin of error dengan asumsi simple random sampling
Salah satu temuan survey yang menarik adalah dukungan perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki dalam berbagai aspek terkait anti-radikalisme. Misalnya, dalam aspek kebebasan menjalankan ajaran beragama 80,7 persen responden perempuan menyatakan setuju dengan kebebasan menjalankan ajaran agama. Prosentase ini lebih tinggi dibanding responden laki-laki yang berada pada titik 77,4 persen. Hal senada juga ditemukan dalam konteks potensi radikalisme. Ketika disodorkan pertanyaan bersediakah untuk bersikap radikal, responden perempuan lebih banyak menjawab tidak bersedia ketimbang responden laki-laki. Jumlah responden perempuan yang tidak bersedia radikal 80,8 persen responden, berbanding dengan 76,7 persen responden laki-laki yang menyatakan tidak bersedia radikal.
Dalam hal keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme, Yenny menyampaikan empat peran yang dilakoni oleh perempuan. Empat peran itu adalah bertugas dilayar belakang, berperan aktif untuk mencari foundrising, berfungsi sebagai pengelola logistik, dan fase terakhir perempuan sebagai aktor teror. peran keempat ini masih jarang. Dan peristiwa bom bunuh diri di Surabaya beberapa waktu lalu termasuk fase keempat dari peran permpuan dalam aksi teror.
Pada akhir diskusi, Yenny menegaskan bahwa perempuan merupakan aktor strategis dalam upaya penguatan toleransi dan perdamaian. Di samping itu, penguatan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan agenda strategis dalam upaya penguatan toleransi dan perdamaian di kalangan perempuan. Oleh karena itu, Yenny berharap kepada Kementerian Agama untuk melakukan penguatan koordinasi antar Kementerian/Lembaga, peningkatan efektivitas program-program pencegahan & deradikalisasi, serta Kerjasama dengan masyarakat sipil dalam upaya memerangi radikalisme di Indonesia.
Paparan Yenny di atas sejalan dengan yang disampaikan oleh Aceng Abdul Aziz pada sesi sebelumnya tentang pentingnya implementasi moderasi agama/Islam di PTKI khususnya PSGA. Kegiatan ini didampingi semua Kasi di Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat PTKI Ditjen Pendidikan Islam. (AH/ME/dod)
Bagikan: