Pekalongan (Pendis) - Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan adakan workshop pengembangan Keilmuan Ekonomi Islam Berbasis Pesantren. Workshop yang diikuti oleh seluruh dosen FEBI ini merupakan rangkain peresmian alih status menjadi UIN. Bertempat di Ruang meeting gedung FEBI lantai 3 pada Rabu (21/09), kegiatan ini menghadirkan pimpinan Pondok Tazakka, K.H. Anang Rikza Masyhadi. dan Pondok Pesantren Terpadu (PPT) Al Fusha, Kyai H. M. Dzilqon sebagai narasumber. Turut hadir di acara ini dekan FEBI, Shinta Dewi Rismawati beserta jajaran pimpinan FEBI.
Dalam sambutannya Shinta mengatakan, pengaruh pesantren saat ini di lingkungan masyarakat sudah menjadi iconic dari sebuah kota atau kabupaten di daerah tersebut. ” itu dibuktikan dengan adanya Pondok Pesantren AL FUSHA dan TAZAKKA yang sudah di percaya masyarakat untuk menimba ilmu,” ungkapnya. Shinta berharap acara ini bisa memberikan pencerahan dan pengetahuan baru untuk keilmuan ekonomi islam di FEBI UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
Sementara itu Kyai Anang dalam pemaparan materinya menyampaikan Perbandingan rasio sarpras sekolah dan pesantren, dari sisi sarpras pesantren lebih banyak membutuhkan biaya dan sarpras harus lengkap karena pesantren seperti rumah sendiri yang di dalamnya harus lengkap dan itu menimbulkan pengembangan keilmuan ekonomi islam.
Struktur Pembiayaan Pesantren berasal dari Swadana santri, Unit Usaha Produktif, ZISWAF dan Hibah. Unit Usaha Ekonomi dan ZISWAF harus dikembangkan untuk pembiayaan pesantren. “Unit Usaha Ekonomi dan ZISWAFnya yang banyak menyumbang kelompok pembiayaan dalam Pesantren seperti biaya makan dan minum, operasional Pendidikan dan pengajaran, kesejahteraan guru, pengembangan kelembagaan dan lain-lain,” ungkap Kyai Anang. “Pondok yang baik adalah Proporsi sumber pendanaan terbesar dari Unit usaha dan ZISWAF bukan dari swadana santrinya, tambahnya.
Kyai Dzilqon menuturkan Ilmu ekonomi harus ada aksinya supaya bisa dikatakan bermanfaat. Kyai Dzilqon menggambarkan di pondok Al Fusha konsepnya sudah 3 tahun ini tidak mempergunakan kertas dan tidak memakai uang tunai selama 8 tahun. “Ekonomi di pesantren itu jangan berubah menjadi pabrik di pesantren, tetapi menjadi laborat ekonomi untuk pesantren,” pungkasnya.
Bagikan: