Kudus (Kemenag) --- Dalam perjalanan hidup, takdir sering kali menguji seseorang dengan berbagai keterbatasan. Namun, bagi Annisa Himmatul Aulia, keterbatasan bukanlah penghalang, melainkan pendorong untuk meraih impian. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP) ini membuktikan bahwa tekad, kerja keras, dan keyakinan mampu menembus batas ekonomi. Dengan latar belakang keluarga sederhana—ayahnya, M. Mahfudi, bekerja sebagai buruh harian lepas dan ibunya, Titin Nor Alina, seorang penjahit—Annisa berhasil menorehkan prestasi gemilang dengan lulus sebagai dokter dengan IPK 3,96 dalam sumpah dokter ke-248 UNDIP pada 3 Februari 2025.
Mimpi yang Berawal dari Sebuah Buku
Delapan tahun lalu, di perpustakaan sekolahnya di MAN 2 Kudus, Annisa menemukan buku berjudul I Am Doctorpreneur. Buku ini menjadi pemantik semangatnya untuk menjadi dokter. Namun, impian tersebut sempat terasa mustahil karena tingginya biaya pendidikan kedokteran. "Sempat berpikir memilih jurusan lain karena tahu biaya kedokteran mahal. Tapi saat kelas 10, ada kakak kelas yang masuk kedokteran lewat beasiswa, dari situ saya kembali yakin bisa mengejar mimpi ini," ungkapnya.
Sejak di MAN 2 Kudus, Annisa tak hanya fokus pada akademik, tetapi juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Ia tergabung dalam Gerakan Tunas Bangsa, program yang membantunya mendapatkan beasiswa pengembangan diri dan tunjangan bulanan sebesar Rp100.000. Kemampuannya di bidang sains juga luar biasa, dengan sederet prestasi yang mengantarkannya masuk Kedokteran UNDIP melalui jalur undangan SNMPTN, antara lain:
- Juara 1 Olimpiade Sains Nasional (OSN) Kabupaten Kudus (2018)
- Juara 1 OSN Provinsi Jawa Tengah (2018)
- Medali Perunggu OSN Nasional di Padang, Sumatera Barat (2018)
- Juara 1 Kompetisi Sains Madrasah (KSM) Biologi Kabupaten Kudus
- Juara 2 KSM Biologi Provinsi Jawa Tengah
- Medali Perak KSM Nasional di Bengkulu (2018)
Perjuangan di Bangku Kuliah
Berhasil masuk Fakultas Kedokteran UNDIP tidak serta-merta membuat perjuangannya berakhir. Keterbatasan ekonomi tetap menjadi tantangan, namun Annisa berhasil memperoleh beasiswa penuh Bidikmisi (sekarang KIP-K) yang menanggung biaya kuliah dan hidupnya. Selama masa studinya, ia tinggal di Rusunawa UNDIP dan harus berjalan kaki 15 menit setiap hari ke kampus karena tidak memiliki kendaraan dan belum tersedia transportasi umum universitas saat itu.
Tak hanya itu, Annisa juga mendapatkan Smart Scholarship yang kemudian berlanjut ke Bright Scholarship dari YBM Brillian. Beasiswa ini tidak hanya menanggung biaya kuliah, tetapi juga memberikan asrama selama dua tahun serta pembinaan intensif. Dari sini, Annisa semakin aktif dalam kegiatan sosial, mengajar anak-anak TPQ, siswa SD di Desa Penawangan, Kabupaten Semarang, hingga membantu siswa SMA mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi.
Selain berprestasi di akademik dan aktif dalam pengabdian masyarakat, Annisa juga tergabung dalam berbagai organisasi:
- Mahasiswa Pecinta Alam FK (Maladica) – Sebagai sekretaris
- Rohis Fakultas (Avicenna) – Sekretaris bidang penelitian dan pengembangan
- Rohis Jurusan – Anggota aktif
- Pelatihan Kepemimpinan SSC (Salman Spiritual Camp) ITB
Menggapai Impian di Tengah Keterbatasan
Setelah menyelesaikan studi kedokterannya, Annisa menjalani program co-assistant (koas) di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Setiap hari ia menempuh perjalanan dari kosnya di Bulusan, Tembalang, dengan jarak hampir satu jam menuju rumah sakit. Semua kesulitan itu ia lalui dengan ketekunan dan semangat yang tak pernah padam.
Kini, Annisa tidak hanya berhasil menjadi dokter, tetapi juga membawa kebanggaan bagi keluarganya. Kisah hidupnya menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama generasi muda yang tengah berjuang menggapai mimpi di tengah keterbatasan. Ia telah membuktikan bahwa bukan latar belakang ekonomi yang menentukan masa depan seseorang, melainkan kerja keras, tekad, dan doa yang membentuk jalan menuju keberhasilan.
Dengan prestasi gemilang dan dedikasi luar biasa, Annisa Himmatul Aulia kini siap mengabdikan dirinya dalam dunia kesehatan, membawa harapan bagi banyak orang, dan menjadi bukti bahwa setiap hambatan bisa diubah menjadi peluang. Perjalanannya adalah bukti bahwa tak ada impian yang terlalu besar untuk diwujudkan.
Bagikan: