Ajaran Tut Wuri Handayani Jangan Ditenggelamkan ===> Oleh : Anton Eknathon

Ajaran Tut Wuri Handayani Jangan Ditenggelamkan ===> Oleh : Anton Eknathon

Setiap tanggal 2 Mei bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Pendidikan Nasional untuk menghormati Pahlawan Nasional Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang dilahirkan pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Sekembalinya ke tanah air dari pembuangan di Nederland oleh pemerintah kolonial, Ki Hadjar Dewantara bergabung dengan kakaknya, Suryopranoto yang membuka Sekolah ‘Adhi Dharma’ yang menggunakan metode Montesori-Tagore. Pada hakikatnya metode pendidikan itu adalah hendak melepaskan ikatan-ikatan yang sangat menyempitkan budi pekerti manusia serta menurunkan derajat kemanusiaan supaya manusia dapat hidup merdeka lahir dan batin. Untuk dapat lebih bebas menjalankan pemikiran dan gagasannya dalam pendidikan ia mendirikan Tamansiswa.
Prinsip yang mendasari pendidikannya adalah sistem among. Seorang pendidik, orangtua atau guru, dan pemimpin tidak boleh bersikap tut wuri (permisif, keserbabolehan) atau handayani (otoriter), tetapi harus bersikap tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan). Siswa dibina agar mampu mandiri, menjadi manusia merdeka yang dapat mengambil keputusan bebas (value judgement). Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan Barat terlalu intelektualistik dan materialistik. Seperti model pendidikan yang digunakan di Indonesia sekarang ini Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Cara pendidikan tidak menjawab kebutuhan bangsanya. Kebijaksanaan, seni dan ilmu pengetahuan yang terbukti lebih unggul, diterima untuk memperkaya kebudayaan nasional.
Tiga asas Perguruan Nasional Tamansiswa, yaitu: Pertama, asas kemandirian manusia. Kedua, asas sistem among yang merupakan habitus dari perkembangan prinsip kemandirian. Ketiga, habitus budaya termasuk lingkungan alamiah dimana terjadi perwujudan kemandirian dan sistem among.
Ketiga prinsip proses pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara merupakan roh Tamansiswa yang menghargai akan nilai-nilai luhur kemanusiaan yaitu manusia yang berdiri sendiri, yang di dalam perkembangannya memerlukan bantuan orang lain yaitu pendidik yang bukan untuk mendominasikannya tetapi yang membantunya agar menjadi pribadi yang berdiri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab (HAR Tilaar, hal 57).
Di era reformasi, terjadi perubahan sistem dari pemerintahan sentralistik ke desentralistik yang bersifat otonomis demokratis, telah mengguncang sistem kerja pemerintahan di segala bidang, termasuk dalam bidang pendidikan, menuju ke suatu keseimbangan baru sesuai dengan paradigma sistem pemerintahan yang memihak pada kepentingan populis, memuaskan berbagai lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. UU Sisdiknas harus dapat menjawab tantangan dan mencari solusi segala masalah pada bidang pendidikan, baik dari sisi internal maupun eksternal (antarbidang atau antardepartemen).
Kebudayaan asing banyak memberikan pengaruh negatif pada generasi muda. Oleh karenanya, Ki Hadjar Dewantara sejak awal telah menegaskan bahwa pengaruh kebudayaan itu harus disesuaikan dan dipadukan unsur-unsur positifnya dengan kebudayaan Indonesia. Untuk itu, diperlukan sikap tut wuri handayani dalam mendampingi generasi muda menghadapi pengaruh budaya-budaya dari luar akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informatika pada kehidupan sekarang ini. Janganlah Tut Wuri Handayani ditenggelamkan. Pendidikan tanpa berakar pada budaya bangsa akan carut-marut dan hancur. Wallahu’alam. q - k. (2849-2011).
*) Drs Anton Eknathon MHum, Pengamat Sosial dan Pendidikan
Laskar Pendidikan Tanpa Batas.


Tags: