Dirjen Pendis: Alumni Program 5000 Doktor Diharapkan Punya Karya Monumental

Dirjen Pendis: Alumni Program 5000 Doktor Diharapkan Punya Karya Monumental

Yogyakarta (Pendis) - Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin menyampaikan pesan bahwa bangsa dan negara mengamanahkan kita untuk mencetak doktor yang bermutu dan berkualitas. "Saya ingin menitipkan pesan amanah dari bangsa dan negara kepada kita semua, bahwa tujuan atau target ideal dari program 5000 Doktor adalah mentransformasi dosen PTKI untuk menjadi dosen yang bermutu dan berkualitas. Menjadi doktor dikampus manapun diharapkan benar-benar terjadi transformasi akademik," tuturnya di hadapan Direktur Pascasarjana Perguruan Tinggi Penyelenggaran Beasiswa 5000 Doktor Dalam Negeri, Kamis (19/04).

Untuk itu dibutuhkan seleksi yang kompetitif dan transparan dalam prosesnya. Dirjen Pendis yang juga alumni Bonn University Jerman ini mengingatkan bagaimana era tahun 1990-an persaingan untuk menjadi mahasiswa pasca sarjana di PTKI super ketat karena hanya mereka yang betul-betul memiliki reputasi akademik bagus yang akan meneruskan ke jenjang Pasca.

"Meskipun saya tidak alumni pasca di PTKIN, namun saya mengikuti dan ingat bagaimana pada tahun 1990-an untuk mendapat gelar doktor sangat kompetitif. Dapat diyakini yang masuk pasca doktoral hanya orang-orang yang mempunyai kemampuan bagus, bahasa Inggris dan bahasa Arab-nya mumpuni, jika tidak maka tidak bisa diterima," ungkapnya.

Kamaruddin kemudian menceritakan bagaimana tradisi kesarjanaan di Eropa sebagai pertimbangan pelaksanaan beasiswa program 5000 Doktor. "Di Eropa juga demikian, di Jerman misalnya bagi doktoral studi Islam dipastikan kemampuan bahasa Arab-nya dengan dibuktikan dengan sertifikat bahasa, karya tulis, maupun ujian langsung. Hal yang sama dengan kemampuan bahasa Inggris dan bahkan juga ditambah kemampuan dua bahasa Islam lainnya," ungkap Kamaruddin yang merupakan alumni pasca di Jerman.

Kamaruddin menambahkan bahwa setiap doktor (seharusnya-red) mempunyai dua kompetensi, yaitu mayor dan minor. "Kompetensi mayor yaitu di bidang studi yang diambil, sedangkan minornya adalah menulis dua tema yang tidak ada hubungannya dengan kompetensi mayornya. Saya dulu membuat sebuah tulisan tentang Islam di Asia Tenggara dan tulisan tentang sejarah penulisan al-Quran. Tulisan ini diujikan secara terbuka di perguruan tinggi dimana kita belajar sebelum disertasi. Hampir semua negara Eropa seperti itu meski bentuk berbeda-beda dan ini menjadi tradisi kesarjanaan yang menarik untuk menjadi sebuah pertimbangan bagi kita," jelasnya.

"Kita berkeinginan seorang doktor berfungsi sebagai "instrumen transformatif" di bidangnya, misalnya doktor hadist atau tafsir maka dia otoritatif di bidang masing-masing. Kita membutuhkan kuantitas doctoral tapi juga harus menjaga kualitas dan mutu," paparnya.

"Saya optimis program 5000 doktor ini menghasilkan para doktor yang mempunyai karya fundamental, bukunya terkenal dan menciptakan karya monumental. Sehingga terjadi perubahan fundamental kultur akademik, behavior, dan lainnya di lingkungan PTKI," pungkas Kamar. (ogie/dod)


Tags: